Tampilkan postingan dengan label hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum. Tampilkan semua postingan

06 November, 2011

Presiden dan multiple choice, catatan sikap dalam perkara Bibit -- Chandra

Susilo Bambang Yudhoyono aka SBY
 Seorang profesor bertanya dalam satu perkuliahan hukum yang aku ikuti, katanya “apa yang terjadi bila dalam 1 jam presiden mengumumkan bahwa tak ada sistem ekonomi yang berlaku di negeri ini?” sejenak aneh memang terdengar pertanyaan itu, namun si profesor sebenarnya ingin menanamkan bahwa tentu saja tak akan terjadi apapun di negeri ini bila sistem ekonomi tidak berjalan, karena pasar baik tradisional maupun modern akan tetap berjalan pada transaksinya, tak akan ada ekses secara langsung yang begitu besar—bila tak boleh mengatakan tidak ada ekses sama sekali—dibandingkan bila pertanyaannya adalah “apa yang akan terjadi bila sistem hukum kita dalam 1 jam tidak berlaku?” akhirnya pertanyaan tersebut menjadi make sense, menjadi masuk akal, karena tidak terbayang deh apa yang bakal terjadi bila kaidah2 yang berupa suruhan, apa yang seharusnya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, larangan-larangan dalam peraturan perundang-undangan itu tidak berlaku, membayangkannya saja langsung terbersit belasan, puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan list setebal buku telpon dalam pikiran nakal atau bahkan kotor ini tentang apa yang akan aku lakukan dalam 1 jam..hmm..mulai dari mana ya? Jadi teringat tetangga seksi, cantik, montok, bahenol anak pak Lurah, pengen netbook VAIO 10 inchi, pengen komunikator, pengen PS3, pengen jaket kulit, pengen duit banyak, pengen hmm.. sayang cuma 1 jam..

16 Juli, 2011

PERAN (JAKSA) PENUNTUT UMUM DALAM PENEGAKAN HUKUM


Founding fathers republik ini telah mencita-citakan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum (Rechtstaat) bukan kekuasaan (Machtstaat), konstitusi kita, Undang-Undang Dasar 1945 pun telah menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”[1]. Sebagai konsekuensi dari negara hukum tersebut, maka negara Indonesia harus menjunjung tinggi supremasi hukum dengan berasaskan pada prinsip dasar dari negara hukum yaitu equality before the law yang artinya adalah setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum.
Sebagai suatu negara hukum, maka sudah selayaknya juga segala sesuatu yang dijalankan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat juga harus berada dalam koridor hukum, artinya dalam masyarakat mutlak diperlukan hukum untuk mengatur hubungan antara warga masyarakat dan hubungan antara masyarakat dengan negara.

29 Mei, 2011

NEGARA HUKUM (kita?)

“Saya sering mengemukakan pentingnya menyusun dan merumuskan Konsepsi Negara Hukum Indonesia sebagai satu kesatuan sistem… bangsa Indonesia perlu menyusun satu blue print sebagai desain makro tentang Negara Hukum dan Sistem Hukum Nasional 
yang hendak kita bangun dan kita tegakkan”

Kutipan diatas adalah sambutan dari Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Jimly Asshiddiqie, SH. yang disampaikan dalam pembukaan Seminar Pengkajian Hukum Nasional (SPHN) 2005 yang dilaksanakan oleh Komisi Hukum Nasional (KHN) tanggal 21-22 Nopember 2005 di Jakarta. Gagasan pembangunan hukum dalam konteks negara hukum “versi” Indonesia dewasa ini kembali marak khususnya pasca amandemen ketiga UUD 1945 yang memasukkan rumusan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” dalam Pasal 1 ayat (3) dan menghapus “Penjelasan” yang—sering dipertanyakan kelaziman, kekuatan hukum, dan ketidak-konsistenannya dengan batang tubuh—dahulu menjadi dasar Negara Hukum Indonesia dengan kalimat “Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat)”. Tulisan berikut ingin turut menyoroti dan memotret konsepsi negara hukum Indonesia.

16 Februari, 2011

PEMBUKTIAN DALAM HUKUM PIDANA


Pembuktian adalah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh digunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap SH).

Ruang Lingkup Pembuktian
1.    Sistem pembuktian
2.    Jenis alat bukti
3.    Cara menggunakan dan nilai
4.    Kekuatan pembuktian masing-masing alat bukti

Sistem Pembuktian
1.    Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka atau ”conviction intime”
2.    Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif atau ”wettelijk stesel”
3.    Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis atau ”laconvictioan raisonel”
4.    Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif atau ”negatif wettelijk stesel”

09 Februari, 2011

HUBUNGAN SEBAB AKIBAT


Hubungan sebab akibat (causaliteitsvraagstuk) ini penting dalam delik materiil. Selain itu juga merupakan persoalan pada delik-delik yang dikualifikasi oleh akibatnya (door het gevolg gequafili ceerde delicten) misal pasal-pasal : 187, 188, 194 ayat 2, 195 ayat 2, pasal 333 ayat 2 dan 3, 334 ayat 2 dan 3, 351 ayat 2 dan 3, 355 ayat 2 dan 3 KUHP.

TINDAK PIDANA (DELIK)

Menurut Prof. Moeljatno S.H., Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut.
Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :
1.   Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.
2.   Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
3.   Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. “ Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya.

04 Februari, 2011

ASAS-ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA

RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU
Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan. Serta berlakunya hukum pidana menurut waktu menyangkut penerapan hukum pidana dari segi lain. Dalam hal seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana sedangkan perbuatan tersebut belum diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu tidak dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat dipidana.

Asas Legalitas (nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali) 
Terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. 
Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu.
asas ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom psychologishen zwang (paksaan psikologis)” dimana adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar :

28 Maret, 2009

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA

Undang-undang Hukum Acara Pidana disusun dengan didasarkan pada falsafah dan pandangan hidup bangsa dan dasar negara, dimana penghormatan atas hukum menjadi sandaran dalam upaya perlindungan terhadap setiap warga negaranya. Sejalan dengan perkembangan pandangan bangsa ini terhadap hak asasi manusia maka materi pasal dan ayat harus mencerminkan adanya perlindungan, pemenuhan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hal ini tergambar dari sejumlah hak asasi manusia yang terdapat dalam KUHAP yang pada dasarnya juga diatur dalam dua aturan perundang-undangan lainnya yaitu UU No. 4 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

04 Maret, 2009

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA

Asas Legalitas (nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali) Terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu.
Dalam catatan sejarah asas ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom psychologishen zwang (paksaan psikologis)” dimana adagium : nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar :
  1. Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)
  2. Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana)
  3. Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada).

22 November, 2008

URIP TRI GUNAWAN

divonis 20 tahun penjara, Hakim menyatakan terbukti menerima suap dan meminta uang secara paksa. Urip juga dikenai denda Rp 500 juta atau hukuman pengganti selama satu tahun penjara dalam kasus suap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. (lebih tinggi dari tuntutan JPU yakni 15 tahun dan denda 250 juta) banyak yg bilang pantas, menurutmu?

18 November, 2008

CRITICAL LEGAL STUDIES

CLS adalah salah satu critical jurisprudence atau ilmu hukum, dibawahnya ada critical feminism jurisprudence, critical race jurisprudence dan lain-lain saya tidak akan menjelaskan apa mazhab CLS, apa yang menjadi motion CLS ini. Tapi sebelum itu saya jelaskan konteks lahirnya memberikan semangat progressive. pada awal 60-an banyak terjadi masalah politik ada krisis Vietnam, perang Kuba, ras, dan sebagainya, dunia dalam keadaan perang dingin, sementara itu ilmu hukum tidak dapat memberikan informasi atau analisis terhadap perkembangan yang ada di luar sekolah, realitas yang terjadi disana di Vietnam dan Kuba, masalah tingkat pengangguran, kemiskinan, dskriminasi dsb, itu sulit dipahami oleh ilmu hukum atau jurisprudence. karena di sana dipelajari tentang konsep, metode, penalaran yang tertutup pada realitas sosial. dalam situasi itu ada banyak social movement muncul misalnya bantuan hukum, perlindungan konsumen, gerakan perempuan dan lain-lain, dan akademisi. dari kalangan social movement inilah lahir CLS, yaitu yang berbasis di lapangan akademik, praktisi hukum yaitu mempersoalkan keterbatasan ilmu hukum yang ada kemudian mereka memperkenalkan pendekatan yang lain.

HUKUM MEMANG TIDAK ADIL

Pendapat Kosasih, Waryono, dan Gatot, uang yang menentukan dalam hukum Indonesia (Kompas, 29/12/ 2003), bisa mewakili pendapat banyak orang di Republik ini, di mana rakyat kebanyakan sulit sekali mendapat keadilan. Keadilan hanya dinikmati kaum berduit, persis seperti plesetan semboyan hukum "everyone is equal before the law," yang lalu diembel-embeli klausul "especially for those who can afford it!" Ironis memang meski hal itu dapat dengan mudah bisa dipahami berhubung mahalnya pengacara, apalagi dengan makin kandasnya kantor pengacara kelas "rakyat", seperti YLBHI, karena tidak lagi mendapatkan dana (The Jakarta Post, 29/12/2003).

16 November, 2008

HUKUM NKRI?

Laissez fair laissez fassez (biarkanlah semua berjalan sendiri secara bebas), semboyan yang hidup di abad 19 ini tentu saja sudah lama ditinggalkan oleh banyak negara. Bahkan negara kita semenjak merdeka pun tidak pernah sama sekali berperan sebagai "penjaga malam", preambule dan batang tubuh UUD Proklamasi beserta amandemennya secara de jure jelas dan dengan tegas mengatur itu bahwa negara kita adalah Negara Kesejahteraan Republik Indonesia (NKRI). Namun benarkah kiranya jalan hukum yang kita tempuh hari ini sebagaimana yang dikatakan Radbruch, untuk menuju kebahagian (happiness).