Wujud dan cita cinta tertinggi adalah menjadi satu sebagaimana keinginan kita tuk menyatu kepada-Nya yang telah memberikan kita kehidupan, sebutlah beberapa aliran yang meyakini bahwa realitas itu satu monisme, khulul, wahdatul wujud, manunggaling kawulo gusti, bukankah sedari awal kepercayaan, iman, risalah agama-agama yang dibawa oleh utusan-Nya selalu adalah tentang tauhid, tentang yang satu. Bahwa kita tidak sendiri dalam menjalankan kehidupan ini, bahwa di dalam nafas kita ada nafas-Nya, dalam langkah kita ada langkah-Nya, Dia ada , Dia hadir, Dia melihat, Dia dekat, Dia berada dalam diri kita.
Sebagaimana cinta vertikal itu, cita cinta pada sesama adalah juga persetubuhan, leburnya dua insan menjadi satu, itulah mungkin beberapa kepercayaan di masa lalu meyakini di dalam persetubuhan ada nuansa spritual mendalam, bahkan cara-cara itupun dipakai untuk merasakan ekstase ketuhanan--jalan tol untuk merasakan kehadiran-Nya. Maka tidaklah heran bagi kita bila melihat pasangan kekasih yang sedang berduaan berkecenderungan untuk melakukan aktifitas seksual, mungkin jadi itulah adalah diri kita, tapi betulkah itu wujud cinta?
Dalam khasanah inggris, persetubuhan disebut make love, dimana love berarti cinta, namun bagi mereka yang tinggal di barat itu, mereka sangat-sangat membedakan antara having sex dengan make love yang artinya persetubuhan tidak secara langsung sama dengan cinta. Jadi jangan ge-er dulu bukan berarti persetubuhan yang anda lakukan dengan kekasih anda, suami anda, istri anda adalah wujud dari cita cinta, karena atas rasa adil-Nya lah yang tidak ingin menciptakan kita hanya sebagai boneka-Nya kita diberikan kebebasan untuk memilih, untuk bersikap, untuk berprilaku dalam kehidupan ini. Secara simbolis kita diciptakan dari dua bahan yakni tanah lempung sebagai gambaran kotor, hina, terinjak-diinjak dan ruh Tuhan yang ditiupkan pada tanah itu yang melambangkan kemuliaan, sesuatu yang baik. Dua sifat inilah yang menghiasi manusia, sifat syetaniah atau sifat kebinatangan yang cenderung membawa kita untuk berbuat tercela, berbuat yang membawa ketidak-tenangan diri, berbuat sesuatu yang merugikan orang lain dan sifat ilahiyah, yakni sifat yang selalu mengingatkan kita akan jalan yang harus kita tempuh. Pada akhirnya tergantung pada kita untuk menempatkan sifat mana yang harus mengendalikan semua.
Jadi kalo kakek-nenek dulu bilang bahwa bila dua orang, laki-laki dan perempuan duduk berdua-duaan, maka yang ketiga adalah setan itu belum tentu benar, karena bisa jadi dan harusnya jadi yang ketiga adalah TUHAN.
Kamu ingat, waktu aku bilang ada satu hal yang ingin aku katakan bahwa selama ini aku menahannya, dan aku bilang ”aku cinta kamu.”, aku bohong! sebenarnya ada dua, pertama, aku cinta kamu, dan kedua, aku ingin bersetubuh denganmu.
Kutulis untukmu, tidak saja kemarin, hari ini, besok, lusa, seterusnya, selamanya aku akan tetap bilang ”aku mencintaimu dan aku selalu ingin menyetubuhimu”.
kalau lakik iya lah!
BalasHapuskalau perempuan ndak tahulah!
kalau kamu bagaimana, di antara keduanyakah?