12 April, 2013

Kebijakan Umum

Mencoba untuk Kembali, Membangun  Kembali Crisis Center itu...

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikumWr. Wb.

Puja dan puji syukur sudah sepatutnya kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang tak henti-hentinya memberi kita nikmat yang begitu besar baik itu Ingatan maupun Kesempatan hingga kita bisa berkumpul dalam Rapat Kerja HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM ini tanpa kurang sesuatu apapun. Salawat serta salam tidak lupa kita haturkan pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat yang telah berjuang membawa kita pada perubahan dari masa yang penuh kegelapan pada masa pencerahan, masa yang sangat manusiawi, masa yang penuh keadaban, semoga kita semua diberikan kekuatan untuk melanjutkan perjuangan beliau. Amien
            Orang yang beruntung adalah orang yang hari ini lebih baik dari kemarin dan besok lebik baik dari hari ini. Pernyataan yang sangat dalam maknanya itu kalau kita lihat dari sisi manapun pasti sangat rasional. Hidup manusia memang tidak akan lepas dari continuum ruang dan waktu yang tak mengalami keterputusan (missing link), karena memang mustahil adanya masa sekarang tanpa masa lalu, begitu pula masa depan tanpa adanya masa sekarang dan bagaimana gambaran masa depan besok akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita memandang hari ini, disini!

Begitu pulakah dengan HMI? dalam beberapa hal mungkin betul, tanpa Lafran Pane dan kawan-kawan yang berada dikampus STI (Sekolah Tinggi Islam)—sekarang UII—waktu itu, tanggal 05 Februari 1947 atau betepatan dengan tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H. tidak mendirikan HMI mungkin tidak akan pernah ada organisasi mahasiswa tertua-ketiga—setelah Serikat Mahasiswa (SMI) dan Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)—dan terbesar di republik saat ini, tetapi benarkah pola pikir, pola sikap dan pola laku kader HMI hari ini juga karena masa lalu? Untuk itu mungkin kita akan berpikir sejenak, benarkah semua jalan yang ditempuh oleh manusia tidak lepas dari hukum Sebab-Akibat? Saya makan karena saya lapar, saya diberi amanah karena saya adalah orang yang terpilih, saya mau mati karena …
            Berkaca, mengingat kembali, merenungkan-nya dan berpikir ulang mungkin itu yang bisa kita lakukan, bukan kemudian ingin menjadikan historical burden dengan kejayaan HMI dimasa lalu tapi sekedar mengingatkan saja apa itu HMI?, kenapa HMI?, bagaimana HMI? Dan agar kita tidak menjadi orang yang mengalami historical amnest, karena memang sifat manusia yang tidak lepas dari salah dan lupa. Kita mungkin belum lupa apa yang melatar belakangi berdirinya organisasi Harapan Masyarakat Indonesia—kata jendral Sudirman—di negara yang 'bangsanya' telah merasakan udara kemerdekaan kurang lebih 58 tahun ini? Ya, ada beberapa hal yang kemudian menjadi faktor yang membidani lahirnya Himpunan yakni;  
Pertama, situasi negara RI pada waktu itu dimana kita ketahui bersama pada saat itu Indonesia masih belum merdeka penuh, bagaimana Belanda masih melakukan agresi militernya (tahun 1947 dan 1948)--dan ingat! tahun 1949 KMB, versi Belanda adalah Penyerahan Kedaulatan sedang kita menganggap KMB sebagai Pengakuan Kedaulatan--Kedua, situasi umat Islam Indonesia. Dengan gambaran Islam di Indonesia yang terlalu Mazhabisme yang menutup pintu ijtihad, Islam yang hanya menjadi pelarian—bahwa di Sanalah kelak ada kehidupan yang membahagiakan, menyenangkan dan damai—dan Islam yang hanya memiliki raga tanpa ruh, tanpa jiwa. Ketiga, situasi dunia perguruan tinggi dan kemahasiswaan, dimana ekses penindasan barat yang membawa sekularisme, PMY yang sangat ke Barat-baratan dengan dansa dan minum-minuman keras sebagai hal yang tak tertinggal dalam rutinitas pertemuaannya, hymne Io Vivat yang mengajak untuk bersenang-senang melupakan segala urusan dengan mabuk dan tidak pernah memperhatikan kepentingan mahasiswa islam. Belum lagi, Polarisasi Politik dalam memperjuangkan 'kemerdekaan' Indonesia dalam melawan Belanda—akhir 1946 dan awal 1947—antara pemerintah (dipelopori partai sosialis) yang lebih menitik beratkan pada perjuangan diplomasi dan pihak oposisi (masyumi, PNI dan Persatuan Perjuangan) pada perjuangan bersenjata. Dimana kemudian polarisasi tersebut turut membawa mahasiswa, yang disebabkan karena kebanyakan anggota dan pengurus PMY yang memang berorientasi pada partai sosialis—juga SMI yang kemudian berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), April 1946 SMI lebur dalam IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) buffer partai sosialis. bahkan Suripto ketuanya ikut memimpin pemberontakan PKI di Madiun 1948—padahal banyak mahasiswa yang tidak mau terlibat dalam polarisasi itu, mereka mau independen!
            Dari faktor-faktor yang menyebabkan kelahiran tersebut, akhirnya dapat tersimpulkan di dalam Konstitusi HMI—setelah kongres Bandung 1955 dan diperbaharui pada kongres Palembang 1971—bahwa Tujuan dari adanya Miniatur Indonesia—kata Cak Nur—ini adalah; Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam dan Bertanggung-jawab atas terwujudnya Masyarakat Adil dan Makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wata'ala. Yang kemudian mengharuskan HMI terikat jiwa (Comitted) pada tiga hal yaitu; (1) terhadap Islam, (2) terhadap Indonesia dan (3) terhadap Kemahasiswaan (ke-Pemudaan), karena memang dalam diri seorang kader ada empat komponen yang jika salah satunya saja terlalaikan maka tanggallah keanggotaan HMI secara Kualitas yang tidak lain seorang kader HMI adalah seorang Muslim, Mahasiswa, Pemuda dan Warga Negara.
Selanjutnya untuk mengingatkan kita pada sesuatu hal yang membedakan HMI dengan Organisasi lainnya adalah karakter dari Kader Hitam-Hijau, yang memiliki--semacam Ideologi--Nilai Dasar Perjuangan (NDP). Disana--mungkin--tidak akan asing lagi bagi kita kata-kata dan makna seperti Tauhid, Pembebasan, Absolut, Fitrah, Relatifitas, Hanif, Kemerdekaan, Keadilan, Ilmu Pengetahuan, Individu, Sosial dll. 'Sekolah Kader Bangsa Indonesia'—ujar Frans Magnis Suseno—ini pun menuntut adanya kelangsungan Perkaderan dengan Tradisi Intelektual dan Independensi baik itu lembaga maupun kadernya.
            Dengan melihat sekilas perjalanan HMI di masa lalu, terbersit dalam kepala kita bahwa ternyata permasalahan yang dihadapi oleh umat, oleh bangsa dahulu tidaklah jauh berbeda dengan apa yang terjadi dewasa ini, fakta pun berbicara seperti;
  1. Parahnya Kondisi Kemahasiswaan, dimana—tidak perlu jauh-jauh—sampai detik ini masih banyak PMY-PMY yang tidak terlembaga, banyak mahasiswa yang hedonis, apatis, permisif dengan gejala sosial, sehingga mengaburkan sama sekali perannya sebagai mahasiswa, sebagai orang muda, sebagai insan akademik, intelektual, agen perubahan, agen kontrol sosial, benteng moral bangsa dan segala macamnya itu. Dilengkapi lagi dengan kondisi kampus yang sangat tidak mendukung, bahwa kini pendidikan hanya dijadikan komoditas industri kapitalis yang pasti juga akan melahirkan produk yang berkualitas kapitalis pula! Dengan telah melupakan hakekat dari pendidikan yang untuk kemanusiaan itu, maka Kampus kini ibarat Dunia Lain yang membuai…
  2. Bagaimana kabar 'I' di HMI? Indonesia yang penuh dengan kebhinekaan ini pun ternyata memiliki keragaman yang begitu besar pula di tubuh Islam, negara yang mayoritas muslim ini ternyata tidak mayoritas Islam,tampak disekeliling kita--saudara kita--masih saling mengklaim diri bahwa islamnya lah yang paling benar. Bermunculanlah wajah-wajah islam yang mungkin sekarang nggak asing lagi bagi kita dengan banyaknya islam simbolik, islam formil, islam prosedural, islam KTP, KTM, SIM dll. Dan sejatikah apa yang sudah kita dapatkan di HMI? Kader-kader sudah terbebaskan? Mahasiswa yang lain sudah tercerahkan? Masyarakat sudah mengerti bahwa mereka memiliki potensi untuk bersikap adil, saling menyayangi, dan bisa menciptakan kehidupan yang harmonis?
  3. Kalau dulu HMI ikut memperjuangkan (mempertahankan) kemerdekaan, namun kini setelah merdeka apa yang kita dapatkan? Apa yang masyarakat dapatkan? Benarkah kita sudah Merdeka? Penghisapan telah go to Hell dari bumi tercinta ini? Benarkah perang di Aceh hanyalah issu?, sebagian Papua masih memakai Koteka itu cuma mitos? SDA di Kalimantan yang kaya raya itu hanyalah gosip? Atau tidak perlu jauh-jauh, masyarakat Malang yang selalu tercekik dengan Kebijakan apopulis, pajak-retribusi-pajak-retribusi hanya berkisar pada dua kata, atau bagaimana mahasiswa yang selalu kebingungan dipermainkan seenaknya oleh birokrasi kampus itu hanyalah penghibur hati, bahwa kita ternyata sedikit beruntung atau masihlah lebih baik dari mereka, dengan kata-kata yang akan keluar dari mulut kita, syukurlah…
Dengan demikian masihkah kita HMI? Dengan segala kejumudan Intelektual, krisis Visi Sosial dan kita masih mengalami vested interest, terjebak dalam kepentingan pragmatis, bangga dengan politik praktis seolah-olah Aktualisasi Diri, padahal Basic Need belum lagi terpenuhi apalagi Peningkatan Kualitas.   
Karena substansi permasalahannya masihlah sama--kalau pun berbeda hanyalah bobotnya saja--sehingga seharusnya Peran yang kemudian harus diemban HMI pun tidak jauh dari itu. sederhananya bahwa peran HMI sebagai organisasi Perjuangan tidak bisa lepas dari apa yang telah digariskan pada masa lalu, apa yang telah digagas oleh Founding Fathers HMI. Berangkat dari realitas yang ada saya menduga bahwa kemandekan yang dialami HMI saat ini adalah karena HMI sudah sangat jauh melenceng dari rel perjuangan, untuk itu dengan berfilosofikan bahwa;
One cannot escape History!
jangan sekali-kali meninggalkan Sejarah !
ber-Dialog dengan Sejarah !

Maka dengan demikian Kebijakan Umum Ketua Umum HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM periode 2003-2004 adalah ;
"Kembali ke Khittah, kembali ber-HMI!"
 Untuk itu HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM harus bisa menjawab Tantangan zaman atau dalam istilah Cak Nur men-Zaman dengan tetap berpegang pada ranah-ranah yang telah digariskan. Maka bidang-bidang perlu kiranya melakukan bacaan terhadap kondisi ke-Islaman, ke-Mahasiswaan dan ke-Indonesiaan dewasa ini. Tanpa harus melupakan bahwa tahapan manusia Dinamis yaitu terpenuhinya Basic need, Peningkatan Kualitas dan Aktualisasi diri. Disamping pula bahwa penuntasan persoalan personal adalah suatu keharusan sebelum berbicara tentang sosial dan satu hal yang perlu diingat! Bahwa berbicara HMI saya kira akan berbicara dua hal yaitu Fungsi dan Peran HMI, Perkaderan dan Perjuangan sehingga bidang dalam pembentukan program kerja jangan sampai meninggalkan dua kunci tersebut, bukan alternatif tetapi komulatif. Selanjutnya sebagai turunan dari kebijakan diatas bidang sudah seharusnya mengupayakan terjadinya;
  • Penyegaran Kembali terhadap Platform dan tata organisasi yang dimiliki Himpunan Mahasiswa Islam. 
  1. PPPA harus mencoba untuk dapat me-rekontekstualisasikan NDP (bukan Nilai Dasar Politik!), membumikan NDP sehingga NDP tidak lagi sekedar bahasan Normatif, apa yang seharusnya yang seringkali kita gugurkan dengan kata pesimistis kita, ah itukan idealnya…, selain itu NDP juga harus kembali menjadi ruh organisasi yang pasti menuntut konsekuensi adanya dialektika lagi. Dengan harapan identitas (pola pikir, pola sikap dan pola laku) dari kader 47 dapat sesuai dengan apa yang telah digariskan Islam.
  2. PTKP, Back to Campus merupakan keharusan bila melihat ironisnya dunia pendidikan saat ini, kultur apatis dan hedon-nya mahasiswa dapat menjadi salah satu New Social Movement  yang dapat dilakukan HMI BCT, kemudian juga mempertajam kembali pada pisau analisis guna mempertemukan Dassolen dan Dassein akan sangat berguna dalam proses advokasi, yang berarti mencoba untuk memiliki metode dan sikap yang disebut mazhab Frankfurt dengan "Praxis".
  3. Kekaryaan, mutlak juga kembali pada penguatan, pengembangan basic keilmuan dan profesionalitas kader. Lebih-lebih lagi kini semakin terpuruknya wibawa Hukum di mata masyarakat, belum lagi banyaknya persoalan hukum berbangsa, bermasyarakat baik pusat dan daerah yang sangat-sangat jauh dari harapan.
  4. UPP, sebagai salah satu wadah perkaderan pun harus dapat mendinamisir kader HMI Wati, untuk dapat mewujudkan kepribadian yang cakap (iman-ilmu-amal).
  5. Kesekretariatan dan Administrasi, sebenarnya adalah kunci utama dalam gerak roda organisasi, manajemen dan tata organisasi mutlak diperlukan untuk membuat organisasi ini menjadi lebih modern, meskipun HMI sudah hidup lebih dari 56 Tahun, tetapi ternyata Koms. Administrasinya lebih mirip paguyuban. Selain itu jaringan pun tidak dapat dianggap remeh hingga pembengunannya juga harus segera diupayakan.
  6. Keuangan dan Logistik, HMI adalah Independen namun ternyata itu   tidak berlaku pada masalah pinansial Koms. Hingga untuk beberapa hal Koms. Kadang tidak dapat mengambil keputusan. Untuk itu perlu kiranya mengusahakan pemasukan kas mandiri.
  • Perkaderan Berjenjang, yang berarti ada tahapan yang musti dilalui kader dalam berproses yang didalamnya include Kontinuitas, Incremental dan perubahan Paradigmatik (beserta orientasi tentunya) serta sinergitas. Jenjang perkaderan tidak hanya pada In put-Proses-Out put, tetapi juga harus merasuk ke dalam segala lini tubuh HMI seperti program kerja misalnya PPPA, dalam internalisasi nilai sampai pada tahap transformasi nilai harus dimulai dari Tauhid yang sifatnya personal menuju pada Tauhid Sosial. Yang konsekuensinya jelas harus ada jenjang juga dalam setiap aktifitas organisasi baik itu diskusi dan lainnya. Kekaryaan dalam tiga tema besar hukum mulai dari Hukum Normatif, Hukum sebagai Kenyataan dan Filsafat Hukum. PTKP dari Asumsi dasar Ilmu Sosial, Pandangan Dunia, Ideologi Dunia, Teori Sosial sampai dengan Advokasi, begitu pula UPP dan Kesekretariatan serta Keuangan dan Logistik.
  • Mengkondisikan Komisariat sebagai tempat mendapatkan Ilmu, tiap bidang harus mengupayakan kembalinya kultur Religius, Akademik, Intelektual, bahwa jargon yang dulu pernah ada bahwa "Komisariat adalah Almamater kedua" atau "Rumah kedua" bisa benar-benar terwujud dalam kehidupan organisasi.
  • Cell System adalah kekuatan perkaderan HMI, kedekatan emosional, psikologis, rasa persaudaraan, rasa seperjuangan ini harus terus dipupuk dan kembangkan. Pemetaan yang gagal terhadap potrensi dan minat kader pada pengurusan periode lalu tidak boleh kita biarkan lewat begitu saja dan jangan sampai terjadi lagi.
Demikian Kebijakan Umum ini saya sampaikan dengan harapan dapat teman-teman bidang turunkan dalam perumusan program kerja. Akhirnya, "Masalah muncul dikarenakan kenyataan tidaklah seperti yang kita harapkan, tatkala Pilihan telah ditetapkan, Konsekuensi adalah Keharusan!"           

Billahit Taufiq Wal Hidayah
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

* Disampaikan di Crisis Center itu, Perum. Bukit Cemara Tujuh Blok IV Kav. 47 Malang 
  sebagai Kebijakan Umum (Visi-Misi) Ketua Umum dalam Raker I Semester Ganjil 
  24 Agustus 2003. 
  

related post



0 komentar:

Posting Komentar

sebenernya sih enggan, karena takut juga dengernya, tapi gimana lagi ntar dibilang melanggar HAM, ga' ngasih tempat buat protes, dah nulis ga' tanggung jawab.. okelah konstruktif, dekonstrukstif maupun dekstruktif sekali pun aku siap dengarnya.
thanks for comment..