12 April, 2013

LPJ KETUA UMUM HMI CAB. MALANG KOMS. HUKUM UMM PERIODE 1424-1425 H./2003-2004 M.

Berhimpun tidak hanya untuk disyukuri, 
melainkan harus diperjuangkan.
HMI ataoe Mati..!

Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi malam apabila telah sunyi,
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu,
dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada permulaan. ...
(QS. 93:1-4)

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr.Wb.

I. PENDAHULUAN

Pertama Puja dan puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang mana sampai detik ini masih memberi kita Ingatan hingga tempat kita pada salah dan lupa tidaklah absolut, Tuhan yang masih memberikan kasih sayang-Nya berupa Kesehatan dan Kesempatan hingga kita bisa berkumpul dalam forum Rapat Anggota Komisariat yang mulia ini tanpa kurang sesuatu apapun, Tuhan yang menciptakan kita dari tidak ada menjadi ada, nyata ada dan bereksistensi sebagai wakil-Nya dimuka bumi, Tuhan yang memberi kita Akal yang begitu bebas sebebas-bebasnya hingga kadang kita bisa berpikir melampaui batas kemanusiaan kita, Tuhan kaum mustadzafin sepanjang zaman, Tuhan yang mengutus Muhammad, sang Revolusioner Sejati, yang memiliki Kemerdekaan, Kesadaran dan Kemampuan yang mana dengan ketauladanan dan jalan yang beliau bawa kita tidak termasuk ke dalam Himpunan Domba-domba tersesat ataupun Islam berbulu domba semoga rahmat Allah selalu terlimpah pada beliau, keluarga serta sahabat. Dan semoga kita semua dapat melanjutkan Perjuangan beliau. Amien.
Satu periode sudah berlalu sejak Rapat Anggota Komisariat XI yang diadakan di Prigen, Pasuruan, artinya amanat yang telah dititipkan oleh forum ini saatnya untuk di pertanggung-jawabkan, saatnya untuk kami selaku pengurus melaporkan sejauh mana HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM telah berjalan dalam rangka mewujudkan Sacred Mission HMI. Kelebihan dan kekurangan jelas mewarnai perjalanan satu periode kepengurusan HMI Komisariat Hukum UMM periode 2003-2004 M/1424-1425 H. yang memang merupakan konsekuensi kita sebagai manusia, tapi yang jelas amanat suci merupakan cambuk yang tak henti-hentinya memicu semangat kami untuk menjalankan roda organisasi pada rel yang telah digariskan oleh founding fathers HMI.


Presidium Sidang dan Peserta RAK yang saya hormati…
Sebagaimana kita ketahui bersama RAK adalah wadah yang sangat vital dalam tubuh Himpunan tingkat Komisariat karena memang disinilah akan dilahirkan keputusan-keputusan strategis proyeksi kedepan komisariat. Mau diapakan? Mau dikemanakan? yang sudah barang tentu akan kita mulai dengan menguliti kondisi satu periode perjalanan kemarin, bacaan dari berbagai permasalahan yang menghambat lajunya gerak komisariat guna merumuskan formula-formula baru perkaderan. Untuk itu dibutuhkan pikiran-pikiran yang cerdas, radikal, kritis, inklusif dan konstruktif serta dialektika-komunikatif dari seluruh Kader HMI 47 yang wajib bersandarkan pada etik persaudaraan dan kearifan kita semua untuk memahami bahwa RAK bukanlah sekedar forum prosedural formal yang harus dilewati pengurus komisariat setiap periodenya untuk bertanggung jawab atas amanat yang telah diberikan dalam lembar-lembar Laporan Pertanggung-Jawaban (LPJ), apalagi hanya sekedar dijadikan tempat untuk melegitimasi kepemimpinan berikutnya. Karena yang pasti Lubang-lubang hari ini masih akan ada besok pagi kalau kita tidak menutupnya apalagi terperosok karena tidak mengetahuinya.
Adapun laporan yang akan saya sampaikan pada kesempatan kali ini merupakan gambaran umum kinerja kepengurusan selama satu periode proses HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM periode 1424-1425 H/2003-2004 M, dimana rincian uraian akan disampaikan oleh Bidang dan Departemen. Untuk memudahkan kita meng-Evaluasi serta menganalisa secara detail maka laporan ini kami susun dengan sistematika sebagai berikut :
I.        PENDAHULUAN
II.       KEBIJAKAN UMUM
III.      KONDISI OBJEKTIF
IV.     REALISASI PROGRAM KERJA
V.      EVALUASI DAN PROYEKSI
VI.     PENUTUP

II. KEBIJAKAN UMUM

Kawan-kawan seperjuangan dan satu tujuan...
Tanpa melupakan continuum ruang dan waktu yang tak pernah terputus dan masa depan ada ditangan kita, pengurus HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM periode 1424-1425 H/2003-2004 M secara umum kemudian menetapkan beberapa kebijakan sebagai derivasi dari amanah RAK XI—yang berupa Garis-garis Besar Program Kerja (GBPK)—sebagai salah satu landasan dari program-program yang nantinya akan dirumuskan dalam Rapat Kerja yang kami bagi dalam dua tahap, semester ganjil dan semester genap.

A. Kebijakan Umum Semester Ganjil
 Pada masa diawal terbentuknya kepengurusan, kami mencoba membaca secara kritis sejarah HMI hari ini apakah merupakan bentukan dari perjalanan HMI sebelumnya dengan harapan dapat membuat satu proyeksi yang tidak menafikan konteks kekinian. Tiga kalimat kemudian menjadi inspirasi yakni, one cannot escape history, never leave history dan talk with history bukan lalu kita ingin berkutat dalam historical romance kejayaan HMI dimasa lalu ataupun menjadikannya historical burden namun hanya usaha kecil untuk tidak mengalami historical amnest, karena mau tidak mau sejarah merupakan samen bundeling kekuatan yang ada dalam satu sistem perkaderan, sejarah pula yang akan mengingatkan kitadan menjawab arah dan tujuan kenapa kita mesti berhimpun!

Kawan-kawan yang kuyakin takkan lelah untuk berteriak lawan…
Maka dalam Raker I tanggal 24 Agustus 2003 bertempat di Rumah Ide 47 dengan bungkus mencoba “Kembali ke Khittah, Kembali ber-HMI!” kami tetapkan beberapa kebijakan umum tersebut sebagai berikut;
Pertama, Menyegarkan kembali Platform dan Tata Organisasi HMI
Bahwa banyak pandangan tentang HMI par exelenct sangat mengenaskan dan titik nol perkaderan ada di komisariat maka perlu kiranya kita membantah dengan berkata “kita tidak seperti yang kalian pikirkan!” yang tentunya menuntut satu konsekuensi pembuktian bahwa HMI BCT masih setia pada nilai-nilai ke-HMI-an, HMI 47 masih tetap memperjuangkan nilai-nilai ke-HMI-an! Akhirnya dalam aktifitas ke-organisasian perlu kiranya kita menyegarkan semua lini kekuatan yang hampir-hampir menjadi barang antik.
Kedua, Mempertegas Jenjang Perkaderan
Akan muspro perjuangan sosial tatkala personality problem belum lagi selesai, jangan dahulu berbicara eksternal ketika internal masih corat marut, inilah yang menjadi cambuk pertimbangan dalam menetapkan kebijakan ini, disisi lain kami memandang HMI adalah organisasi yang sangat ketat, misalnya dalam merumuskan mission saja terlihat ketatnya jenjang yang ada dimulai dari terbinanya yang merupakan satu proses sistematis terarah yang haram jika dibiarkan berjalan apa adanya, insan akademis yaitu proses awal kader yang harus memenuhi basic need-nya sebagai seorang mahasiswa, insan pencipta, bahwa proses peningkatan kualitas itu adalah keharusan sebelum kemudian melakukan aktualisasi diri, insan pengabdi yang tentunya harus tetap seirama dengan nafas Islam, serta konsisten dalam perjuangan, bertanggungjawab demi terwujudnya masyarakat cita.
Artinya ada tahapan yang mesti dilalui kader dalam berproses dimana didalamnya akan include kontinuitas, sinergisitas, inkrementalitas, serta perubahan paradigmatik, jenjang dimana harus terdapat perubahan mulai dari Pra LK – LK – Pasca LK – Struktur  dan Post Struktur yang semuanya terarah dalam satu proses rekayasa. Jenjang pun harus sampai pada tataran taktis aktifitas organisasi seperti diskusi mulai dari penguatan tauhid personal menuju tauhid social, penguatan pisau analisis sebelum melakukan aksi dll.
Ketiga, Mengkondisikan Komisariat sebagai tempat mendapatkan Ilmu.
Dalam hal ini tiap bidang harus mengupayakan kembalinya kultur Religius, Akademik, Intelektual, bahwa jargon yang dulu pernah ada bahwa "Komisariat adalah Almamater kedua" atau "Rumah Kedua" bisa benar-benar terwujud dalam kehidupan organisasi.
Keempat, Cell System adalah kekuatan perkaderan HMI.
Kedekatan emosional, psikologis, rasa persaudaraan, rasa seperjuangan ini harus terus dipupuk dan dikembangkan. Pemetaan yang gagal terhadap potensi dan minat kader pada pengurusan periode lalu diharapkan tidak dibiarkan lewat begitu saja.

B. Kebijakan Umum Semester Genap      
Bukan dua hal yang berbeda kemudian dengan kebijakan umum semester ganjil, kebijakan umum jilid dua ini merupakan hasil evaluasi mendalam yang kami lakukan selama perjalanan satu semester HMI Hukum dan kelanjutan dari kebijakan umum pertama, disini kami melihat bangunan kesadaran yang harus dimiliki seorang kader Himpunan haruslah berbasis ideologi, organisasi dan kompetensi, dimana dalam satu semester kami mencoba menjalankan proses perkaderan dengan pola interaksi yang sifatnya kultural dan informal, yang mana memang titik tekan perkaderan dalam satu semester pertama adalah ideologisasi atau internalisasi nilai-nilai ke-HMI-an.

Presidium sidang dan peserta RAK yang masih semangat...
Karena memang rangkaian masa dalam periode ini hampir berakhir, kurang lebih dua bulan maka pada semester genap ini perkaderan hanya akan memfokuskan pada wilayah Penegakan Superioritas Lembaga
Ada dua pertimbangan yang sifatnya sangat prinsipil berkaitan dengan kebijakan ini pertama, adalah Pola Jenjang Perkaderan yang kita jalani dimana proses perkaderan fair fassez laiz fassez tanpa adanya rekayasa yang terarah, oleh karenanya sangat dibutuhkan kesadaran yang berbasis organisasi. Kedua, Kultur yang membentuk Struktur, maksudnya tiap periode hanya akan mengalami siklus sama peniruan dan pengulangan kinerja, dimana ini akan melahirkan—meminjam istilahnya Paulo Freire—kesadaran naif kader bukan kesadaran kritis, bukan cara berpikir yang mampu mendeteksi fenomena-fenomena tersembunyi atau melampaui asumsi-asumsi yang berdasarkan—miminjam istilahnya Antonio GramsciCommon sense. Jadi kesadaran anggota tidak boleh dibiarkan berkembang menurut irama proses mereka sendiri untuk mencari karena perkaderan dalam hal ini adalah pembinaan itu berdasarkan metodologi yang didalamnya tentu saja include Experience dan Experimentation. Sedang keduanya hanya dapat dikembangkan dan dipahami sepenuhnya oleh Kader artinya mereka yang telah melewatinya. How to think secara kritis bukan what to think. peran struktur jadi sangat menentukan.

III. KONDISI OBYEKTIF

a. Kondisi Internal
             Pertama, ada dua hal—entah bisa disebut sebagai orientasi kader atau tidak—yang cukup mengganggu jalannya proses perkaderan ketika dipisahkan dalam tubuh Himpunan Mahasiswa Islam, pertama, orientasi struktural kader yang sifatnya sangat politik praktis dan kedua adalah kader yang wacana ansich. ini hampir—kalau tidak boleh dibilang pasti—ada dan terjadi diseluruh lini himpunan baik tingkat pengurus besar sampai tingkat komisariat, katakanlah pecahnya PB antara kubu Kholis Malik hasil Kongres XXIII di Balikpapan dengan Kubu Muchlis Tapi Tapi produk Pleno Ragunan. Ibarat dua sisi mata uang yang memang tidak pernah ketemu wajib diakui, namun keduanya harus disadari merupakan satu-kesatuan utuh yang tak terpisahkan dalam sebuah uang, jelas karena satu saja tertinggal atau dihilangkan maka tidaklah pantas dan bisa kemudian bentuk itu disebut uang, maka dua orientasi ini harus dipandang sebagai kekuatan yang dimiliki HMI dan harus saling bahu-membahu guna memperjuangkan misi suci Himpunan dan mengharap tetes ridho Ilahi…demikian juga yang terjadi kemudian dalam organ HMI Hukum perbedaan dua kelompok ini kemudian terkesan—karena memang tidak terjadi—pecah dan tidak pernah ketemu dimata teman-teman kader sehingga membuat sebagian kader mengambil posisi “aman” untuk tidak berproses.

Teman-teman yang senantiasa menari dalam satu irama Pembebasan...
Kedua, perubahan strategi perjuangan HMI Komisariat Hukum satu periode kemarin yang mencoba back to campus, dengan mengejawantahkannya dalam dunia lembaga intra menjadi shock terapi tersendiri bagi kepengurusan komisariat, karena keterputusan generasi intra yang membuat bangunan lembaga intra harus dimulai dari nol lagi, walaupun sudah terjadi kebijakan organisasi dengan menempatkan intra (baca : BEM dan SEFA) tidak l;agi dibawah instruksi PTKP melainkan sebagai wilayah koordinasi, dengan mengadakan satu minggu satu kali Konsolidasi Antar Lini antara Komisariat, BEM, SEFA dan LSO, memang tidak terjadi disharmonisasi lembaga namun dalam hal teknis aplikatif kegiatan masih cukup terganggu (baca : benturan agenda).
Ketiga, gagalnya HMI sebagai sebuah organisasi dalam mencetak organisatoris masih mempunyai ekses besar dalam menjalankan program kerja, sehingga bahaya laten seperti Konsistensi, Presidium adalah Komisariat, job description yang tumpang tindih, Kolektif Kolegial salah kaprah yakni terkonsentrasinya bidang pada satu agenda masih saja melekat, walaupun sebenarnya HMI sudah memiliki pedoman perkaderan dan pedoman kepengurusan yang sangat matang.

b. Kondisi Eksternal
 Semakin mininya kalender akademik yang diterapkan UMM dengan menggunakan sistem SKSnya memaksa mahasiswa untuk berkonsentrasi penuh pada wilayah akademik, walaupun mungkin harapannya mencoba untuk mewujudkan kultur akademis dilingkungan UMM yang sangat-sangat minim namun yang terjadi tidak lebih hanyalah pengambil-alihan kemerdekaan mahasiswa sebagai peserta didik, bisa dilihat dimana dalam satu hari saja seorang mahasiswa harus menyelesaikan banyak tugas kuliahnya. Waktu perkuliahan yang sangat sempit dengan banyak liburnya membuat kampus memakai satu kebijakan dengan menitik-beratkan materi diluar perkuliahan, memakai bungkus tugas kuliah atau praktikum-praktikum dibawah ancaman nilai mahasiswa harus aktif untuk lebih banyak mencari sendiri. Baguskah? Mungkin disatu sisi iya, namun disisi lain ini tidaklah lebih merupakan satu bentuk penindasan, mahasiswa harus dipacu dengan deadline yang telah ditentukan, robot-robot yang tak akan bisa berpikir selain dari pada apa yang telah diprogramkan.

Kawan-kawan seperjuangan...
          Realitas ini jelas sangat kontra produktif ketika kita turun dari atas menara gading UMM, kondisi kebangsaan yang masih mengalami—katanya—konsolidasi demokrasi, menuntut peran mahasiswa untuk dapat menjadi katalisator era transisi ini. Peran sebagai watchdog semua proses demokratisasi skala nasional umumnya dan skala lokal khususnya, karena roda otonomi yang masih berjalan tertatih-tatih dan terseret-seret kepentingan segelintir anak bangsat yang tidak bertanggungjawab harus dikontrol, harus dilawan. Belum lagi prosesi ritual lima tahunan dengan jargon pesta rakyat yang hanya akan berbuntut pada pembodohan terhadap massa-rakyat juga harus diimbangi dengan proses-proses pemberdayaan, lalu siapakah yang tepat “bebas kepentingan” untuk melakukan itu semua selain dari mahasiswa, jawabnya pasti dan tidak boleh ditawar lagi, ya mahasiswa.
        Lalu produktifkah kemudian apa yang sering kita sebut dengan agent of social movement, agent of social change, nation moral force dengan education building di pabrik UMM yang mematikan aktifitas mahasiswa diluar akademik?, yang mengkebiri gerak para aktifis?, yang menghajar habis-habisan organisasi kemahasiswaan?. HMI sebagai organisasi mahasiswa yang salah satu ikatan jiwanya pada ke-Indonesiaan jelas tidak boleh membiarkan ini semua.

IV. REALISASI PROGRAM KERJA

            Pada realisasi program kerja ini saya hanya akan menyampaikan gambaran umum apa yang telah dilakukan pengurus komisariat dengan batasan rel amanat RAK ke XI, dimana nanti secara detail akan disampaikan teman-teman dibidang berkaitan dengan tujuan, target dan hasil yang telah diperoleh. Dengan berbekal hasil evaluasi RAK ke XI kami sadar bahwa masa awal terbentuknya kepengurusan adalah masa konsolidasi organisasi maka untuk dapat menumbuh-kembangkan soliditas dan kebersamaan kami mencoba melanjutkan HMI Komisariat Hukum UMM dengan bangunan kekeluargaan memakai pendekataan kultural atau bangunan-bangunan informal-struktural merujuk pada kebijakan umum diatas.

Saudaraku semua yang sangat kucintai dan aku banggakan...
            Tanpa melupakan perjalanan kepengurusan HMI Hukum periode 2002-2003 yang lebih menohok pada bangunan formal dengan hasil evaluasi yang masih saja sama dengan periode sebelumnya yakni mandulnya ujung tombak kepengurusan alias departemen maka up grading kepengurusan yang kemudian dilakukan oleh Bidang Administrasi dan Kesekretariatan langsung diamanatkan kepada bidang untuk lebih menyolidkan aparat diinternal bidang serta memantapkan pemahaman keorganisasiaan seperti tata kerja dan kinerja. Mencoba membangun kesadaran kader yang berbasis organisasi dilakukan dengan cara  diskusi-diskusi dengan materi yang pure Himpunan, selain itu sebagaimana amanat RAK ke XI maka bidang administrasi dan kesekretariatan lebih difokuskan pada wilayah profesionalisme manajemen organisasi guna menciptakan sinergisitas kinerja struktur dan menata administrasi alhamdulillah rapat bidang kemudian bisa diintens-kan dan yang paling membanggakan adalah tetap mempertahankan sekretariat HMI Hukum di BCT 47 serta memfungsikan komisariat sebagai lembaga think-thank.
            Dengan senantiasa mengharap ridho Ilahi rabbi, Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan Anggota (PPPA) setelah melakukan basic training beserta dengan follow up-nya, kemudian memfokuskan kegiatan pada ranah ideologisasi atau internalisasi nilai, dimana wacana Nilai Dasar Perjuangan cukup massif ditingkatan kader walaupun pada tataran sikap dan laku masih harus dipompa terus. Menumbuhkan kultur yang islami di komisariatpun sempat berjalan intens namun karena terbentur dengan libur dan agenda eksternal, upaya ini menjadi surut kembali. yang bisa dibilang menggembirakaan adalah mulai terbentuknya embrio limited group dan focus group discussion yang merupakan ruh dari organisasi yang dibentuk ayahnda Lafran Pane dkk ini. Selain itu P3A bisa melahirnya model diskusi baru yang kita namakan Diskusi Transformasi, lumayan dapat menyemangati teman-teman kader untuk membaca dan menguji hasil bacaannya. Lokakarya perkaderan terpaksa menjadi program yang ditunda karena beberapa kendala yang ada baik persoalan waktu, kinerja dan kesiapan, penundaan ini sudah kita bicarakan ditingkatan teman-teman MPRAK yang dahulu diamanati RAK Ke-XI dimana harapannya hasil dari lokakarya tersebut bisa menjadi pedoman kepengurusan dan diterapkan dalam periode ini, program yang ditunda ini maksudnya adalah pada tataran pelaksanaan, dimana lokakarya perkaderan akan dilaksanakan pengurus periode berikutnya, namun tanggungjawab pelaksanaan akan tetap berada pada teman-teman presidium hari ini. Sebagai upaya untuk mengetahui potensi dan minat kader serta me-mach-kan antara kebutuhan kader (members need) dengan kebutuhan lembaga Departemen Litbang Perkaderan mencoba mengadakan polling namun polling hanya kembali 11 buah tanpa nama dan sebagian besar menjawab dengan bercanda, ya teman-teman saya kira tau artinya.
            Sebagai bentuk konsistensi perjuangan dan mencoba menterjemahkan apa yang dimaksud dengan new socisl movement oleh GBPK, Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan (PTKP) mengambil Lembaga Intra Kampus dengan membawa platform perubahan kampus melalui cara menata lembaga intra guna membangun konsolidasi kekuatan mahasiswa, dengan rahmat Allah dapat mengantarkan BEM dan SEMA Fakultas Hukum merubah paradigma mahasiswa dan lembaga, tata lembaga yang kita mulai dari perubahan sistem yang meliputi; substansi/aturan main lembaga, struktur yang berupa penyamaan persfektif kelembagaan serta kultur yang terus diupayakan untuk bisa mendinamisir dan berdinamika bersama teman-teman mahasiswa. kondisi bangsa tentu tidak akan kita biarkan berjalan apa adanya, penyikapannya merupakaan satu konsekuensi ikatan jiwa (commited) Himpunan, ada beberapa masalah kemudian yang kita turut sikapi baik daerah, lokal malang seperti APBD dan nasional seperti refleksi peringatan hari kebangkitan nasional maupun Pemilu 2004 yang tentunya kita tidak berharap diejek oleh Vladimir Ilich Ulianov Lenin sebagai “Pemujaan Spontanitas” maka dalam setiap pemnyikapan akan kita mulai dengan pembahasan mendalam terkait dengan masalah tersebut.

Saudaraku sependeritaan...
           Bidang Kekaryaan tidak kalah untuk berupaya menjawab members need dan members interest, bahwa kebutuhan akademik dari kader harus kemudian difasilitasi pemenuhannya, maka dua semester kemarin pekan akademik diadakan bidang kekaryaan dalam menghadapi ujian baik tengah maupun akhir semeter dan atas kehendak Tuhan yang memberi kita akal pulalah, bibit-bibit studi club atau kelompok belajar sudah terbentuk yang harus terus dipupuk dan disemangati agar dapat tumbuh dan berkembang. Solidarity maker dengan mengadakan Tadabur Alam Ijo-Itam Camp di Coban Rais dan refleksi akhir tahun 2003 selain dari membangun sense of belonging teman-teman kader atas Himpunan, merekatkan bangunan kekeluargaan juga mengikis rasa positivistik. Liwaul Haq sebagai media komunikasi dan informasi tidak begitu bisa maksimal dikarenakan permasalahan klasik yang tampaknya menjadi pukulan bagi kita karena ketidak-inovatif-an ini walaupun sebenarnya ada program yang coba untuk menunjang itu dengan lomba menulis ilmiah namun juga tidak berjalan.
Bidang Urusan Peranan Perempuan (UPP), yang baru berusaha bangkit dari tidur pulasnya selama beberapa periode tampaknya memang harus bersabar, namun dengan apa yang teman-teman HMI Wati lakukan, harus kita acungi jempol karena teman-teman HMI Wati telah mampu membawa amanat RAK XI untuk menjadikan UPP sebagai supporting system dalam keseharian organisasi, teman-teman HMI Wati sudah memulai kajian-kajian keperempuanan setiap hari Jum’at guna membebaskan belenggu yang dikonstruk oleh masyarakat kita bahwa perempuan nomor sekian namun sangat disayangkan kajian ini sempat terputus karena Ketua Bidang dan Wasekum UPP tidak bisa melanjutkan fungsi dan perannya di bidang. Masa reses ini membawa ekses kendurnya semangat teman-teman HMI Watin, namun paska rhesuffle titik api itu terkabar lagi, kajian berjalan lagi tiap hari Kamis sore walaupun mungkin hanya di internal yang memang tujuannya adalah penguatan wacana dan pembentukan mentalitas selain membangun solidaritas HMI Wati. 21 April 2004 kemudian menjadi momen untuk mencoba keluar dengan kemasan cukup sudah perempuan dibodohi! Atas kasih Tuhan-nya Hawa UPP mampu menghitamkan kampus.
Tampaknya kedepan memang diperlukan pelatihan-pelatihan enterpreunership karena Bidang Keuangan dan Logistik seolah hanya terlihat sebagai pelengkap organisasi, katakanlah acara bazar yang diadakan sebagai upaya mencari pemasukan komisariat sempat membuat kita keteteran namun saya sangat bangga degan solidaritas kawan-kawan yang terus berupaya untuk menjaga HMI Komisariat Hukum UMM dan ber-tertib organisasi dengan membayarkan uang iuran anggota sebagai kewajiban. Dalam hal ini tugas pembukuan tentu tidak perlu kita pertanyakan lagi.

V. EVALUASI DAN PROYEKSI

 a. Evaluasi
 Kami sadar perjalanan kami membawa HMI 47 tidak bisa langsung pada perubahan besar dengan hasil yang memuaskan, namun kami yakin usaha yang telah pengurus lakukan selama satu periode ini insyaAllah pasti membawa sesuatu yang berarti dengan catatan kita intens dan konsisten dalam melakukannya. Untuk itu agar HMI BCT tidak mengalami siklus lingkaran masa yang terus berputar mengelilingi dirinya sendiri, maka perlu kiranya kita mengevaluasi diri, kenapa kita, karena akan susah dan berat sekali tatkala kami harus mengevaluasi hasil kerja yang kami lakukan, paling tidak ada beberapa hal yang mungkin bisa kita kritisi bersama terkait dengan susahnya untuk merealisasikan agenda yang telah diprogramkan. Beberapa hal itu antara lain;
            Pertama, adalah GBPK yang terlalu umum untuk diterjemahkan serta belum tertatanya dengan baik sistem perkaderan komisariat sehingga periode sekarangpun mengalami keterputusan visi dengan periode sebelumnya (unsuistanable process). Kedua, .problem komunikasi, karena pondasi apapun bentuknya dalam sebuah organisasi komunikasi menjadi yang utama. Dimana dalam kepengurusan hari ini bangunan komunikasi sangat-sangat rapuh sehingga terkadang—bahkan sering—terjadi misunderstanding dan kesan “tidak pernah ketemu” baik antara sesama pengurus (baca : presidium), pengurus dengan anggota, pengurus dengan post struktur sampai pada pengurus dengan alumni yang bermuara kepada hancurnya bangunan kepercayaan dan keterbukaan. Ketiga, problem kedirian pengurus yang belum selesai sehingga berakibat pada susahnya memetakan suatu permasalahan, mana pribadi mana organisasi. Ke-empat, etos perjuangan yang lemah dan belum begitu pahamnya pengurus terhadap substansi perjuangan, ini membawa ekses konsekuensi suatu perjuangan yang berupa pengorbanan masih dirasa berat dan adanya rasa pamrih atau harapan untuk mendapatkan reward atas usaha yang telah dilakukan. Kelima, dilengkapi dengan “kurang-nangkapnya” bidang dalam menurunkan kebijakan umum.  Ke-enam, diperparah dengan manajemen organisasi yang lemah dan pemahaman keorganisasian yang minim hingga pembagian wilayah gerak saja sering terjadi tumpang-tindih.

b. Proyeksi
 Kawan-kawan yang berdarah Ijo-Itam...     
Setelah meng-evaluasi maka perlu kiranya kita membuat langkah kedepan yang harus lebih baik dari hari ini dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, untuk itu ada beberapa proyeksi yang mungkin bisa menjadi pertimbangan kedepan, antara lain;
Pertama, Mengupayakan terciptanya Association Building dan Carachter Building dengan menelusuri sejarah HMI Hukum, konsolidasi semua kekuatan dalam satu sistem perkaderan, membentuk format perkaderan baru yang men-zaman dengan kesadaran konteks yang mungkin bisa kita lakukan dalam Lokakarya Perkaderan.
Kedua, Membangun Kembali Peradaban HMI, bahwa HMI Hukum periode ini merupakan era transisi komisariat yang hanya mampu mengantarkan pada terjadinya perubahan paradigma maka perlu kiranya pelanjutan tongkat estafet kepengurusan ini sebagai upaya mewujudkan perkaderan yang berkelanjutan. Dengan usaha kepengurusan periode ini untuk kembali ber-HMI maka kedepan perkuat HMI hukum dengan kelebihan yang hanya dimiliki HMI yaitu Perkaderan, Independensi dan kultur keintelektualan.
Ketiga, Standarisasi Kader perlu dilakukan dengan kurikulum perkaderan yang berbasis pada tiga kesadaran yakni; Ideologi, Organisasi, dan Kompetensi.
Ke-empat, Konsistensi Normative Supreme yang tercermin dalam prilaku kesehariaan organisasi dimana dalam semua aktifitas keorganisasian baik dalam aktifitas pribadi, kelompok maupun lembaga harus tetap berpegang pada Konstitusi beserta turunannya serta pedoman-pedoman yang dimiliki HMI.
Kelima, upaya untuk menjawab members need dan members interest harus sejalan dengan association need dan association interest yang telah tercantum dalam sacred misssion HMI yaitu terbinanya insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terciptanya masyarakat Adil dan Makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala.

VI. PENUTUP

             Demikian laporan umum pertanggungjawaban ini saya sampaikan dalam forum Rapat Anggota Komisariat ke XII dengan harapan bisa menjadi ajang evaluasi dan proyeksi untuk HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM, HMI Hukum, HMI BCT, HMI 47 kedepan. Kami sadar tak ada barang yang sekali jadi dan tak ada pula barang yang tak jadi sama sekali, lagi-lagi kita hidup dan kita berhimpun tidak hanya untuk disyukuri, terima kasih saya kepada semua saudara saya yang telah mau berbagi kesedihan dan kesenangan selama membawa amanah ini dan permohonan maaf saya jikalau khilaf dalam membawa amanah suci ini, akhirnya tatkala pilihan telah ditetapkan, konsekuensi adalah keharusan, dan tidak lupa semoga apa yang kita pikirkan dan hasilkan dalam forum yang mulia ini Allah Subhanahu Wata’ala berkenan memberi ridho-Nya. Amien
Go a Head HMI, YAKIN USAHA SAMPAI!

Billahittaufiq Wal Hidayah
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Batu, 28 Jumadil Awal 1425 H.
         16 J u l i            2004 M.

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG MALANG KOMISARIAT HUKUM UMM
PERIODE 1424-1425 H.

 ttd

ARIEF ZEIN NOKTHAH
KETUA UMUM

related post



0 komentar:

Posting Komentar

sebenernya sih enggan, karena takut juga dengernya, tapi gimana lagi ntar dibilang melanggar HAM, ga' ngasih tempat buat protes, dah nulis ga' tanggung jawab.. okelah konstruktif, dekonstrukstif maupun dekstruktif sekali pun aku siap dengarnya.
thanks for comment..