Berhimpun
tidak hanya untuk disyukuri,
melainkan harus diperjuangkan.
HMI
ataoe Mati..!
Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi malam
apabila telah sunyi,
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci
kepadamu,
dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada
permulaan. ...
(QS. 93:1-4)
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum
Wr.Wb.
I. PENDAHULUAN
Pertama Puja dan puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah
Subhanahu Wata’ala yang mana sampai detik ini masih memberi kita Ingatan hingga
tempat kita pada salah dan lupa tidaklah absolut, Tuhan yang masih memberikan
kasih sayang-Nya berupa Kesehatan dan Kesempatan hingga kita bisa berkumpul
dalam forum Rapat Anggota Komisariat yang mulia ini tanpa kurang sesuatu
apapun, Tuhan yang menciptakan kita dari tidak ada menjadi ada, nyata ada dan
bereksistensi sebagai wakil-Nya dimuka bumi, Tuhan yang memberi kita Akal yang
begitu bebas sebebas-bebasnya hingga kadang kita bisa berpikir melampaui batas
kemanusiaan kita, Tuhan kaum mustadzafin sepanjang zaman, Tuhan yang mengutus
Muhammad, sang Revolusioner Sejati, yang memiliki Kemerdekaan, Kesadaran dan
Kemampuan yang mana dengan ketauladanan dan jalan yang beliau bawa kita tidak
termasuk ke dalam Himpunan Domba-domba tersesat ataupun Islam berbulu domba
semoga rahmat Allah selalu terlimpah pada beliau, keluarga serta sahabat. Dan
semoga kita semua dapat melanjutkan Perjuangan beliau. Amien.
Satu periode sudah berlalu sejak Rapat Anggota Komisariat XI yang
diadakan di Prigen, Pasuruan, artinya amanat yang telah dititipkan oleh forum
ini saatnya untuk di pertanggung-jawabkan, saatnya untuk kami selaku pengurus
melaporkan sejauh mana HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM telah berjalan
dalam rangka mewujudkan Sacred Mission HMI.
Kelebihan dan kekurangan jelas mewarnai perjalanan satu periode kepengurusan
HMI Komisariat Hukum UMM periode 2003-2004 M/1424-1425 H. yang memang merupakan
konsekuensi kita sebagai manusia, tapi yang jelas amanat suci merupakan cambuk
yang tak henti-hentinya memicu semangat kami untuk menjalankan roda organisasi
pada rel yang telah digariskan oleh founding
fathers HMI.
Presidium Sidang
dan Peserta RAK yang saya hormati…
Sebagaimana kita ketahui bersama RAK adalah wadah yang sangat vital
dalam tubuh Himpunan tingkat Komisariat karena memang disinilah akan dilahirkan
keputusan-keputusan strategis proyeksi kedepan komisariat. Mau diapakan? Mau dikemanakan? yang sudah barang tentu akan kita
mulai dengan menguliti kondisi satu periode perjalanan kemarin, bacaan dari
berbagai permasalahan yang menghambat lajunya gerak komisariat guna merumuskan
formula-formula baru perkaderan. Untuk itu dibutuhkan pikiran-pikiran yang
cerdas, radikal, kritis, inklusif dan konstruktif serta dialektika-komunikatif
dari seluruh Kader HMI 47 yang wajib bersandarkan pada etik persaudaraan dan
kearifan kita semua untuk memahami bahwa RAK bukanlah sekedar forum prosedural
formal yang harus dilewati pengurus komisariat setiap periodenya untuk
bertanggung jawab atas amanat yang telah diberikan dalam lembar-lembar Laporan
Pertanggung-Jawaban (LPJ), apalagi hanya sekedar dijadikan tempat untuk
melegitimasi kepemimpinan berikutnya. Karena yang pasti Lubang-lubang hari ini masih akan
ada besok pagi kalau kita tidak menutupnya apalagi terperosok karena tidak
mengetahuinya.
Adapun laporan yang akan saya sampaikan pada kesempatan kali ini
merupakan gambaran umum kinerja kepengurusan selama satu periode proses HMI
Cabang Malang Komisariat Hukum UMM periode 1424-1425 H/2003-2004 M, dimana
rincian uraian akan disampaikan oleh Bidang dan Departemen. Untuk memudahkan
kita meng-Evaluasi serta menganalisa secara detail maka laporan ini kami susun
dengan sistematika sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
II. KEBIJAKAN UMUM
III.
KONDISI OBJEKTIF
IV. REALISASI PROGRAM KERJA
V. EVALUASI DAN PROYEKSI
VI. PENUTUP
II. KEBIJAKAN UMUM
Kawan-kawan
seperjuangan dan satu tujuan...
Tanpa melupakan continuum ruang
dan waktu yang tak pernah terputus dan masa depan ada ditangan kita, pengurus
HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM periode 1424-1425 H/2003-2004 M secara
umum kemudian menetapkan beberapa kebijakan sebagai derivasi dari amanah RAK
XI—yang berupa Garis-garis Besar Program Kerja (GBPK)—sebagai salah satu
landasan dari program-program yang nantinya akan dirumuskan dalam Rapat Kerja
yang kami bagi dalam dua tahap, semester ganjil dan semester genap.
A. Kebijakan Umum Semester Ganjil
Pada masa diawal terbentuknya kepengurusan, kami mencoba membaca
secara kritis sejarah HMI hari ini apakah merupakan bentukan dari perjalanan
HMI sebelumnya dengan harapan dapat membuat satu proyeksi yang tidak menafikan
konteks kekinian. Tiga kalimat kemudian menjadi inspirasi yakni, one cannot escape history, never leave
history dan talk with history bukan
lalu kita ingin berkutat dalam historical
romance kejayaan HMI dimasa lalu ataupun menjadikannya historical burden namun hanya usaha kecil untuk tidak mengalami historical amnest, karena mau tidak mau
sejarah merupakan samen bundeling kekuatan
yang ada dalam satu sistem perkaderan, sejarah pula yang akan mengingatkan
kitadan menjawab arah dan tujuan kenapa kita mesti berhimpun!
Kawan-kawan yang
kuyakin takkan lelah untuk berteriak lawan…
Maka dalam Raker
I tanggal 24 Agustus 2003 bertempat di Rumah Ide 47 dengan bungkus mencoba
“Kembali ke Khittah, Kembali ber-HMI!” kami tetapkan beberapa kebijakan umum
tersebut sebagai berikut;
Pertama, Menyegarkan kembali
Platform dan Tata Organisasi HMI
Bahwa banyak
pandangan tentang HMI par exelenct
sangat mengenaskan dan titik nol perkaderan ada di komisariat maka perlu
kiranya kita membantah dengan berkata “kita
tidak seperti yang kalian pikirkan!” yang tentunya menuntut satu
konsekuensi pembuktian bahwa HMI BCT masih setia pada nilai-nilai ke-HMI-an,
HMI 47 masih tetap memperjuangkan nilai-nilai ke-HMI-an! Akhirnya dalam
aktifitas ke-organisasian perlu kiranya kita menyegarkan semua lini kekuatan
yang hampir-hampir menjadi barang antik.
Kedua, Mempertegas Jenjang
Perkaderan
Akan muspro perjuangan sosial tatkala personality problem belum lagi selesai, jangan dahulu berbicara eksternal
ketika internal masih corat marut, inilah
yang menjadi cambuk pertimbangan dalam menetapkan kebijakan ini, disisi lain
kami memandang HMI adalah organisasi yang sangat ketat, misalnya dalam
merumuskan mission saja terlihat
ketatnya jenjang yang ada dimulai dari terbinanya
yang merupakan satu proses sistematis terarah yang haram jika dibiarkan
berjalan apa adanya, insan akademis
yaitu proses awal kader yang harus memenuhi basic
need-nya sebagai seorang mahasiswa, insan
pencipta, bahwa proses peningkatan kualitas itu adalah keharusan
sebelum kemudian melakukan aktualisasi diri, insan pengabdi yang tentunya harus tetap seirama dengan nafas Islam, serta konsisten
dalam perjuangan, bertanggungjawab
demi terwujudnya masyarakat cita.
Artinya ada
tahapan yang mesti dilalui kader dalam berproses dimana didalamnya akan include kontinuitas, sinergisitas,
inkrementalitas, serta perubahan paradigmatik, jenjang dimana harus terdapat
perubahan mulai dari Pra LK – LK – Pasca LK – Struktur dan Post Struktur yang semuanya terarah dalam
satu proses rekayasa. Jenjang pun harus sampai pada tataran taktis aktifitas
organisasi seperti diskusi mulai dari penguatan tauhid personal menuju tauhid
social, penguatan pisau analisis sebelum melakukan aksi dll.
Ketiga, Mengkondisikan Komisariat
sebagai tempat mendapatkan Ilmu.
Dalam hal ini
tiap bidang harus mengupayakan kembalinya kultur Religius, Akademik, Intelektual,
bahwa jargon yang dulu pernah ada bahwa "Komisariat adalah Almamater
kedua" atau "Rumah Kedua" bisa benar-benar terwujud dalam
kehidupan organisasi.
Keempat, Cell System adalah kekuatan perkaderan
HMI.
Kedekatan
emosional, psikologis, rasa persaudaraan, rasa seperjuangan ini harus terus
dipupuk dan dikembangkan. Pemetaan yang gagal terhadap potensi dan minat kader
pada pengurusan periode lalu diharapkan tidak dibiarkan lewat begitu saja.
B. Kebijakan Umum Semester Genap
Bukan dua hal yang berbeda kemudian dengan kebijakan umum semester
ganjil, kebijakan umum jilid dua ini merupakan hasil evaluasi mendalam yang
kami lakukan selama perjalanan satu semester HMI Hukum dan kelanjutan dari
kebijakan umum pertama, disini kami melihat bangunan kesadaran yang harus
dimiliki seorang kader Himpunan haruslah berbasis ideologi, organisasi dan
kompetensi, dimana dalam satu semester kami mencoba menjalankan proses
perkaderan dengan pola interaksi yang sifatnya kultural dan informal, yang mana
memang titik tekan perkaderan dalam satu semester pertama adalah ideologisasi
atau internalisasi nilai-nilai ke-HMI-an.
Presidium sidang
dan peserta RAK yang masih semangat...
Karena memang rangkaian masa dalam periode ini hampir berakhir,
kurang lebih dua bulan maka pada semester genap ini perkaderan hanya akan
memfokuskan pada wilayah Penegakan
Superioritas Lembaga
Ada dua pertimbangan yang sifatnya sangat prinsipil berkaitan dengan
kebijakan ini pertama, adalah Pola
Jenjang Perkaderan yang kita jalani dimana proses perkaderan fair fassez laiz fassez tanpa adanya
rekayasa yang terarah, oleh karenanya sangat dibutuhkan kesadaran yang berbasis organisasi. Kedua, Kultur yang membentuk Struktur, maksudnya tiap periode hanya
akan mengalami siklus sama peniruan dan pengulangan kinerja, dimana ini akan
melahirkan—meminjam istilahnya Paulo
Freire—kesadaran naif kader bukan kesadaran kritis, bukan cara berpikir
yang mampu mendeteksi fenomena-fenomena tersembunyi atau melampaui
asumsi-asumsi yang berdasarkan—miminjam
istilahnya Antonio Gramsci—Common
sense. Jadi kesadaran anggota tidak boleh dibiarkan berkembang menurut
irama proses mereka sendiri untuk mencari karena perkaderan dalam hal ini
adalah pembinaan itu berdasarkan metodologi yang didalamnya tentu saja include Experience dan Experimentation.
Sedang keduanya hanya dapat dikembangkan dan dipahami sepenuhnya oleh Kader
artinya mereka yang telah melewatinya. How
to think secara kritis bukan what to
think. peran struktur jadi sangat menentukan.
III. KONDISI OBYEKTIF
a. Kondisi Internal
Pertama, ada dua hal—entah bisa disebut
sebagai orientasi kader atau tidak—yang cukup mengganggu jalannya proses
perkaderan ketika dipisahkan dalam tubuh Himpunan Mahasiswa Islam, pertama,
orientasi struktural kader yang sifatnya sangat politik praktis dan kedua
adalah kader yang wacana ansich. ini
hampir—kalau tidak boleh dibilang pasti—ada
dan terjadi diseluruh lini himpunan baik tingkat pengurus besar sampai tingkat
komisariat, katakanlah pecahnya PB
antara kubu Kholis Malik hasil Kongres XXIII di Balikpapan dengan Kubu Muchlis
Tapi Tapi produk Pleno Ragunan.
Ibarat dua sisi mata uang yang memang tidak pernah ketemu wajib diakui, namun
keduanya harus disadari merupakan satu-kesatuan utuh yang tak terpisahkan dalam
sebuah uang, jelas karena satu saja tertinggal atau dihilangkan maka tidaklah
pantas dan bisa kemudian bentuk itu disebut uang, maka dua orientasi ini harus
dipandang sebagai kekuatan yang dimiliki HMI dan harus saling bahu-membahu guna
memperjuangkan misi suci Himpunan dan mengharap tetes ridho Ilahi…demikian juga
yang terjadi kemudian dalam organ HMI Hukum perbedaan dua kelompok ini kemudian
terkesan—karena memang tidak terjadi—pecah
dan tidak pernah ketemu dimata teman-teman kader sehingga membuat sebagian
kader mengambil posisi “aman” untuk tidak berproses.
Teman-teman yang
senantiasa menari dalam satu irama Pembebasan...
Kedua, perubahan strategi perjuangan HMI Komisariat Hukum satu periode
kemarin yang mencoba back to campus, dengan
mengejawantahkannya dalam dunia lembaga intra menjadi shock terapi tersendiri bagi kepengurusan komisariat, karena
keterputusan generasi intra yang membuat bangunan lembaga intra harus dimulai
dari nol lagi, walaupun sudah terjadi kebijakan organisasi dengan menempatkan
intra (baca : BEM dan SEFA) tidak l;agi dibawah instruksi PTKP melainkan
sebagai wilayah koordinasi, dengan mengadakan satu minggu satu kali Konsolidasi
Antar Lini antara Komisariat, BEM, SEFA dan LSO, memang tidak terjadi
disharmonisasi lembaga namun dalam hal teknis aplikatif kegiatan masih cukup
terganggu (baca : benturan agenda).
Ketiga, gagalnya HMI sebagai sebuah organisasi dalam mencetak organisatoris
masih mempunyai ekses besar dalam menjalankan program kerja, sehingga bahaya
laten seperti Konsistensi, Presidium adalah Komisariat, job description yang tumpang tindih, Kolektif Kolegial salah kaprah
yakni terkonsentrasinya bidang pada satu agenda masih saja melekat, walaupun
sebenarnya HMI sudah memiliki pedoman perkaderan dan pedoman kepengurusan yang
sangat matang.
b. Kondisi Eksternal
Semakin mininya kalender akademik yang diterapkan UMM dengan
menggunakan sistem SKSnya memaksa mahasiswa untuk berkonsentrasi penuh pada
wilayah akademik, walaupun mungkin harapannya mencoba untuk mewujudkan kultur
akademis dilingkungan UMM yang sangat-sangat minim namun yang terjadi tidak
lebih hanyalah pengambil-alihan kemerdekaan mahasiswa sebagai peserta didik,
bisa dilihat dimana dalam satu hari saja seorang mahasiswa harus menyelesaikan
banyak tugas kuliahnya. Waktu perkuliahan yang sangat sempit dengan banyak
liburnya membuat kampus memakai satu kebijakan dengan menitik-beratkan materi
diluar perkuliahan, memakai bungkus tugas kuliah atau praktikum-praktikum
dibawah ancaman nilai mahasiswa harus aktif untuk lebih banyak mencari sendiri.
Baguskah? Mungkin disatu sisi iya, namun disisi lain ini tidaklah lebih
merupakan satu bentuk penindasan, mahasiswa harus dipacu dengan deadline yang telah ditentukan,
robot-robot yang tak akan bisa berpikir selain dari pada apa yang telah
diprogramkan.
Kawan-kawan seperjuangan...
Realitas ini jelas sangat kontra
produktif ketika kita turun dari atas menara gading UMM, kondisi kebangsaan
yang masih mengalami—katanya—konsolidasi
demokrasi, menuntut peran mahasiswa untuk dapat menjadi katalisator era
transisi ini. Peran sebagai watchdog semua
proses demokratisasi skala nasional umumnya dan skala lokal khususnya, karena
roda otonomi yang masih berjalan tertatih-tatih dan terseret-seret kepentingan
segelintir anak bangsat yang tidak bertanggungjawab harus dikontrol, harus
dilawan. Belum lagi prosesi ritual lima tahunan dengan jargon pesta rakyat yang
hanya akan berbuntut pada pembodohan terhadap massa-rakyat juga harus diimbangi
dengan proses-proses pemberdayaan, lalu siapakah yang tepat “bebas kepentingan”
untuk melakukan itu semua selain dari mahasiswa, jawabnya pasti dan tidak boleh
ditawar lagi, ya mahasiswa.
Lalu produktifkah kemudian apa yang
sering kita sebut dengan agent of social
movement, agent of social change, nation moral force dengan education building di pabrik UMM yang
mematikan aktifitas mahasiswa diluar akademik?, yang mengkebiri gerak para
aktifis?, yang menghajar habis-habisan organisasi kemahasiswaan?. HMI sebagai
organisasi mahasiswa yang salah satu ikatan jiwanya pada ke-Indonesiaan jelas
tidak boleh membiarkan ini semua.
IV. REALISASI PROGRAM KERJA
Pada realisasi program kerja ini
saya hanya akan menyampaikan gambaran umum apa yang telah dilakukan pengurus
komisariat dengan batasan rel amanat RAK ke XI, dimana nanti secara detail akan
disampaikan teman-teman dibidang berkaitan dengan tujuan, target dan hasil yang
telah diperoleh. Dengan berbekal hasil evaluasi RAK ke XI kami sadar bahwa masa
awal terbentuknya kepengurusan adalah masa konsolidasi organisasi maka untuk
dapat menumbuh-kembangkan soliditas dan kebersamaan kami mencoba melanjutkan
HMI Komisariat Hukum UMM dengan bangunan kekeluargaan memakai pendekataan
kultural atau bangunan-bangunan informal-struktural merujuk pada kebijakan umum
diatas.
Saudaraku semua
yang sangat kucintai dan aku banggakan...
Tanpa melupakan perjalanan
kepengurusan HMI Hukum periode 2002-2003 yang lebih menohok pada bangunan
formal dengan hasil evaluasi yang masih saja sama dengan periode sebelumnya
yakni mandulnya ujung tombak kepengurusan alias departemen maka up grading kepengurusan yang kemudian
dilakukan oleh Bidang Administrasi dan Kesekretariatan langsung diamanatkan
kepada bidang untuk lebih menyolidkan aparat diinternal bidang serta
memantapkan pemahaman keorganisasiaan seperti tata kerja dan kinerja. Mencoba membangun
kesadaran kader yang berbasis organisasi
dilakukan dengan cara diskusi-diskusi
dengan materi yang pure Himpunan,
selain itu sebagaimana amanat RAK ke XI maka bidang administrasi dan
kesekretariatan lebih difokuskan pada wilayah profesionalisme manajemen
organisasi guna menciptakan sinergisitas kinerja struktur dan menata
administrasi alhamdulillah rapat
bidang kemudian bisa diintens-kan dan yang paling membanggakan adalah tetap
mempertahankan sekretariat HMI Hukum di BCT 47 serta memfungsikan komisariat
sebagai lembaga think-thank.
Dengan senantiasa mengharap ridho
Ilahi rabbi, Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan Anggota (PPPA)
setelah melakukan basic training beserta
dengan follow up-nya, kemudian
memfokuskan kegiatan pada ranah ideologisasi atau internalisasi nilai, dimana
wacana Nilai Dasar Perjuangan cukup massif
ditingkatan kader walaupun pada tataran sikap dan laku masih harus dipompa
terus. Menumbuhkan kultur yang islami di komisariatpun sempat berjalan intens
namun karena terbentur dengan libur dan agenda eksternal, upaya ini menjadi
surut kembali. yang bisa dibilang menggembirakaan adalah mulai terbentuknya
embrio limited group dan focus group discussion yang merupakan
ruh dari organisasi yang dibentuk ayahnda Lafran Pane dkk ini. Selain itu P3A
bisa melahirnya model diskusi baru yang kita namakan Diskusi Transformasi,
lumayan dapat menyemangati teman-teman kader untuk membaca dan menguji hasil
bacaannya. Lokakarya perkaderan terpaksa menjadi program yang ditunda karena
beberapa kendala yang ada baik persoalan waktu, kinerja dan kesiapan, penundaan
ini sudah kita bicarakan ditingkatan teman-teman MPRAK yang dahulu diamanati
RAK Ke-XI dimana harapannya hasil dari lokakarya tersebut bisa menjadi pedoman
kepengurusan dan diterapkan dalam periode ini, program yang ditunda ini
maksudnya adalah pada tataran pelaksanaan, dimana lokakarya perkaderan akan
dilaksanakan pengurus periode berikutnya, namun tanggungjawab pelaksanaan akan
tetap berada pada teman-teman presidium hari ini. Sebagai upaya untuk
mengetahui potensi dan minat kader serta me-mach-kan
antara kebutuhan kader (members need) dengan
kebutuhan lembaga Departemen Litbang Perkaderan mencoba mengadakan polling
namun polling hanya kembali 11 buah tanpa nama dan sebagian besar menjawab
dengan bercanda, ya teman-teman saya kira tau artinya.
Sebagai bentuk konsistensi
perjuangan dan mencoba menterjemahkan apa yang dimaksud dengan new socisl movement oleh GBPK, Bidang
Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan (PTKP) mengambil Lembaga Intra
Kampus dengan membawa platform perubahan kampus melalui cara menata lembaga
intra guna membangun konsolidasi kekuatan mahasiswa, dengan rahmat Allah dapat
mengantarkan BEM dan SEMA Fakultas Hukum merubah paradigma mahasiswa dan
lembaga, tata lembaga yang kita mulai dari perubahan sistem yang meliputi;
substansi/aturan main lembaga, struktur yang berupa penyamaan persfektif
kelembagaan serta kultur yang terus diupayakan untuk bisa mendinamisir dan
berdinamika bersama teman-teman mahasiswa. kondisi bangsa tentu tidak akan kita
biarkan berjalan apa adanya, penyikapannya merupakaan satu konsekuensi ikatan
jiwa (commited) Himpunan, ada
beberapa masalah kemudian yang kita turut sikapi baik daerah, lokal malang
seperti APBD dan nasional seperti refleksi peringatan hari kebangkitan nasional
maupun Pemilu 2004 yang tentunya kita tidak berharap diejek oleh Vladimir Ilich
Ulianov Lenin sebagai “Pemujaan Spontanitas” maka dalam setiap pemnyikapan akan
kita mulai dengan pembahasan mendalam terkait dengan masalah tersebut.
Saudaraku
sependeritaan...
Bidang Kekaryaan tidak kalah untuk
berupaya menjawab members need dan members interest, bahwa kebutuhan
akademik dari kader harus kemudian difasilitasi pemenuhannya, maka dua semester
kemarin pekan akademik diadakan bidang kekaryaan dalam menghadapi ujian baik
tengah maupun akhir semeter dan atas kehendak Tuhan yang memberi kita akal
pulalah, bibit-bibit studi club atau
kelompok belajar sudah terbentuk yang harus terus dipupuk dan disemangati agar
dapat tumbuh dan berkembang. Solidarity
maker dengan mengadakan Tadabur Alam Ijo-Itam Camp di Coban Rais dan refleksi akhir tahun 2003 selain dari
membangun sense of belonging teman-teman
kader atas Himpunan, merekatkan bangunan kekeluargaan juga mengikis rasa
positivistik. Liwaul Haq sebagai media komunikasi dan informasi tidak begitu
bisa maksimal dikarenakan permasalahan klasik yang tampaknya menjadi pukulan
bagi kita karena ketidak-inovatif-an ini walaupun sebenarnya ada program yang
coba untuk menunjang itu dengan lomba menulis ilmiah namun juga tidak berjalan.
Bidang Urusan Peranan Perempuan (UPP), yang baru berusaha bangkit
dari tidur pulasnya selama beberapa periode tampaknya memang harus bersabar,
namun dengan apa yang teman-teman HMI Wati lakukan, harus kita acungi jempol
karena teman-teman HMI Wati telah mampu membawa amanat RAK XI untuk menjadikan
UPP sebagai supporting system dalam
keseharian organisasi, teman-teman HMI Wati sudah memulai kajian-kajian
keperempuanan setiap hari Jum’at guna membebaskan belenggu yang dikonstruk oleh
masyarakat kita bahwa perempuan nomor
sekian namun sangat disayangkan kajian ini sempat terputus karena Ketua
Bidang dan Wasekum UPP tidak bisa melanjutkan fungsi dan perannya di bidang.
Masa reses ini membawa ekses kendurnya semangat teman-teman HMI Watin, namun
paska rhesuffle titik api itu
terkabar lagi, kajian berjalan lagi tiap hari Kamis sore walaupun mungkin hanya
di internal yang memang tujuannya adalah penguatan wacana dan pembentukan
mentalitas selain membangun solidaritas HMI Wati. 21 April 2004 kemudian
menjadi momen untuk mencoba keluar dengan kemasan cukup sudah perempuan dibodohi! Atas kasih Tuhan-nya Hawa UPP mampu
menghitamkan kampus.
Tampaknya kedepan memang diperlukan pelatihan-pelatihan enterpreunership karena Bidang Keuangan
dan Logistik seolah hanya terlihat sebagai pelengkap organisasi, katakanlah
acara bazar yang diadakan sebagai upaya mencari pemasukan komisariat sempat
membuat kita keteteran namun saya sangat bangga degan solidaritas kawan-kawan
yang terus berupaya untuk menjaga HMI Komisariat Hukum UMM dan ber-tertib
organisasi dengan membayarkan uang iuran anggota sebagai kewajiban. Dalam hal
ini tugas pembukuan tentu tidak perlu kita pertanyakan lagi.
V. EVALUASI DAN PROYEKSI
a. Evaluasi
Kami sadar perjalanan kami membawa HMI 47 tidak bisa langsung pada
perubahan besar dengan hasil yang memuaskan, namun kami yakin usaha yang telah
pengurus lakukan selama satu periode ini insyaAllah
pasti membawa sesuatu yang berarti dengan catatan kita intens dan konsisten
dalam melakukannya. Untuk itu agar HMI BCT tidak mengalami siklus lingkaran
masa yang terus berputar mengelilingi dirinya sendiri, maka perlu kiranya kita
mengevaluasi diri, kenapa kita, karena akan susah dan berat sekali tatkala kami
harus mengevaluasi hasil kerja yang kami lakukan, paling tidak ada beberapa hal
yang mungkin bisa kita kritisi bersama terkait dengan susahnya untuk
merealisasikan agenda yang telah diprogramkan. Beberapa hal itu antara lain;
Pertama,
adalah GBPK yang terlalu umum untuk diterjemahkan serta belum tertatanya dengan
baik sistem perkaderan komisariat sehingga periode sekarangpun mengalami
keterputusan visi dengan periode sebelumnya (unsuistanable process). Kedua,
.problem komunikasi, karena pondasi
apapun bentuknya dalam sebuah organisasi komunikasi menjadi yang utama. Dimana
dalam kepengurusan hari ini bangunan komunikasi sangat-sangat rapuh sehingga
terkadang—bahkan sering—terjadi misunderstanding dan kesan “tidak pernah
ketemu” baik antara sesama pengurus (baca : presidium), pengurus dengan
anggota, pengurus dengan post struktur sampai pada pengurus dengan alumni yang
bermuara kepada hancurnya bangunan
kepercayaan dan keterbukaan. Ketiga,
problem kedirian pengurus yang belum selesai sehingga berakibat pada
susahnya memetakan suatu permasalahan, mana pribadi mana organisasi. Ke-empat, etos perjuangan yang lemah dan
belum begitu pahamnya pengurus terhadap substansi perjuangan, ini membawa ekses
konsekuensi suatu perjuangan yang berupa pengorbanan masih dirasa berat dan
adanya rasa pamrih atau harapan untuk mendapatkan reward atas usaha yang telah dilakukan. Kelima, dilengkapi dengan “kurang-nangkapnya” bidang dalam
menurunkan kebijakan umum. Ke-enam, diperparah dengan manajemen
organisasi yang lemah dan pemahaman keorganisasian yang minim hingga pembagian
wilayah gerak saja sering terjadi tumpang-tindih.
b. Proyeksi
Kawan-kawan yang
berdarah Ijo-Itam...
Setelah meng-evaluasi maka perlu kiranya kita membuat langkah
kedepan yang harus lebih baik dari hari ini dan tidak akan mengulangi kesalahan
yang sama, untuk itu ada beberapa proyeksi yang mungkin bisa menjadi
pertimbangan kedepan, antara lain;
Pertama, Mengupayakan terciptanya Association
Building dan Carachter Building dengan
menelusuri sejarah HMI Hukum, konsolidasi semua kekuatan dalam satu sistem
perkaderan, membentuk format perkaderan baru yang men-zaman dengan kesadaran
konteks yang mungkin bisa kita lakukan dalam Lokakarya Perkaderan.
Kedua, Membangun Kembali Peradaban HMI, bahwa HMI Hukum periode ini
merupakan era transisi komisariat yang hanya mampu mengantarkan pada terjadinya
perubahan paradigma maka perlu kiranya pelanjutan tongkat estafet kepengurusan
ini sebagai upaya mewujudkan perkaderan yang berkelanjutan. Dengan usaha
kepengurusan periode ini untuk kembali ber-HMI maka kedepan perkuat HMI hukum
dengan kelebihan yang hanya dimiliki HMI yaitu Perkaderan, Independensi dan
kultur keintelektualan.
Ketiga, Standarisasi Kader perlu dilakukan dengan kurikulum perkaderan
yang berbasis pada tiga kesadaran yakni; Ideologi, Organisasi, dan Kompetensi.
Ke-empat, Konsistensi Normative Supreme yang
tercermin dalam prilaku kesehariaan organisasi dimana dalam semua aktifitas
keorganisasian baik dalam aktifitas pribadi, kelompok maupun lembaga harus
tetap berpegang pada Konstitusi beserta turunannya serta pedoman-pedoman yang
dimiliki HMI.
Kelima, upaya untuk menjawab members
need dan members interest harus
sejalan dengan association need dan association interest yang telah
tercantum dalam sacred misssion HMI
yaitu terbinanya insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam
dan bertanggungjawab atas terciptanya masyarakat Adil dan Makmur yang diridhoi
Allah Subhanahu Wata’ala.
VI. PENUTUP
Demikian laporan umum
pertanggungjawaban ini saya sampaikan dalam forum Rapat Anggota Komisariat ke
XII dengan harapan bisa menjadi ajang evaluasi dan proyeksi untuk HMI Cabang
Malang Komisariat Hukum UMM, HMI Hukum, HMI BCT, HMI 47 kedepan. Kami sadar tak
ada barang yang sekali jadi dan tak ada pula barang yang tak jadi sama sekali,
lagi-lagi kita hidup dan kita berhimpun tidak hanya untuk disyukuri, terima
kasih saya kepada semua saudara saya yang telah mau berbagi kesedihan dan
kesenangan selama membawa amanah ini dan permohonan maaf saya jikalau khilaf
dalam membawa amanah suci ini, akhirnya tatkala pilihan telah ditetapkan,
konsekuensi adalah keharusan, dan tidak lupa semoga apa yang kita pikirkan dan
hasilkan dalam forum yang mulia ini Allah Subhanahu Wata’ala berkenan memberi
ridho-Nya. Amien
Go a Head HMI, YAKIN USAHA SAMPAI!
Billahittaufiq
Wal Hidayah
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.
Batu, 28 Jumadil Awal 1425 H.
16 J u l i 2004 M.
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG MALANG
KOMISARIAT HUKUM UMM
PERIODE 1424-1425 H.
ttd
ARIEF ZEIN NOKTHAH
KETUA UMUM
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* : 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar
sebenernya sih enggan, karena takut juga dengernya, tapi gimana lagi ntar dibilang melanggar HAM, ga' ngasih tempat buat protes, dah nulis ga' tanggung jawab.. okelah konstruktif, dekonstrukstif maupun dekstruktif sekali pun aku siap dengarnya.
thanks for comment..