02 November, 2011

KATAKANLAH, INI CINTA..


Tangan itu kembali menahan niatnya. Seorang laki-laki duduk berdua dengan kekasihnya di suatu beranda senja dengan rapinya riakan angin yang kejar-mengejar. Lima bulan sudah sejak lagu-lagu dengan syair Italia bertema renaisans songs sebagai pertandanya berlalu. Dari pengamatan luar hubungan mereka baik-baik saja, tidak! tidak cuma dari luar, dari dalam pun tampak baik-baik saja. Ya memang baik-baik saja…

Upaya untuk saling berbagi telah dilewati dengan warna yang tak lagi biasa, paling tidak untuk mereka berdualah. Bukankah upaya untuk saling mengenal lebih itu memang tak biasa walaupun itu adalah hal biasa, hal yang biasa dalam cinta.


Batin itu bergolak, di dalamnya laki-laki itu merunduk tertatih seolah sedang menahan, memikul beban yang luar biasa berat, tetapi bila melihat kerut pengalaman yang memancar dari sorot matanya. Dapat kita pastikan, bahwa ia telah melewati beberapa hal yang jelas lebih berat dalam hidupnya.

Tetes yang disusul tetes lainnya dengan balutan keletihan itu seolah berkata bisa mendapatkan cintamu itu anugerah sayang, sama seperti hidup. Hidup itu anugerah!

Meskipun hadir di dalamnya, tentulah cinta bukan ruang dan waktu, cinta tidak serta merta menyapa begitu saja. Cinta bagi mereka yang benar mengalaminya adalah sebuah pergulatan antara dalamnya pikiran dan luasnya hamparan perasaan.

Memang sih pergulatan keduanya tidak selalu menghasilkan nilai. Hasrat, nafsu, seks bisa jadi adalah hasil produk dari pergulatan itu. Akhirnya cinta tidak lebih adalah sebuah permainan rasa yang akan membuat kita selalu salah dan tidak pernah benar. Cinta akan menjadi sebuah ruang gelap yang berada di pojok bersarang laba-laba dengan sebuah bolam yang memancarkan sinar berwarna kuning-merah-suram layaknya film porno murahan dengan juntaian kabel mencapai dada bercaping menutupi wajah, tidak lebih.

Bagaimana bila itu adalah bagian dari cara untuk saling mengenal, semacam memberi justifikasi, kerut di dahinya itu seakan berteriak aku belum mengenalmu sayang, selama ini aku bersama siapa?… hey, siapa kau yang berada di sampingku?

Senang-sedih, tawa-tangis, okelah itu bagian darinya, aku percaya kamu tak malu berada di sampingku, jalan bersamaku. Tapi aku ragu kamu tak malu dengan tubuhmu  yang mungkin kurang seksi, tapi, bukankah sudah pernah kukatakan padamu sayang kalau itu bukanlah ukurannya. Yah, kamu memang, mau tidak mau, suka tidak suka harus mengakui itu, bahwa di luar sana masih banyak perempuan yang lebih cantik, seksi, montok, bahenol dengan sepasang payudara indah yang besarnya sangat proporsional.

Itulah persoalannya, cinta tidak mengenal moralitas, cinta tidak mengenal norma, cinta terbang bebas semaunya di luar kekangan ruang dan waktu.

Bukan saja hal yang baik, kenapa harus ditutupi, kenapa harus disembunyikan, kenapa mesti takut untuk mengakuinya… Suasana turut bicara.

Sudah jangan mengelak, itu jelas terlihat sayang, bagaimana kamu menghindar dari tatapan itu. Sampai detik ini aku belum mengenal kamu secara kaffah sayang. Aku belum atau mungkin tidak boleh memahaminya???

Kenalilah dirimu, kata Plato… dan kau akan mengenal Tuhanmu lanjut Muhammad. Masuk akal memang, bukankah cara mudah untuk mengenal sesuatu dengan mengenal produknya. Kita akan mudah mengenal SONY bila mengenal tape, televisi, handycam dan produk lainnya. Pun berlaku sama untuk SIEMENS, HONDA, Depot VINA belakang Kampus, Masakan Padang SAKATO dekat terminal, LDG dengan rutenya dst.. dst...

tidak berbeda dengan manusia omongan, perilaku, cara berpakaian, gerak dari tiap lekuk tubuh dan semua produk pikiran serta perasaan adalah gambaran itu.

Bahkan dalam kitab klasik, seni berperangnya Sun Tzu, mengenal kekuatan lawan dan kita adalah kunci untuk memenangkan pertempuran. Dalam konteks ini  kita akan memenangkan pertempuran cinta sayang. Jangan biarkan dia membuat plot seenaknya, cinta harus undercontrol. Bukankah kita yang membuat awal itu dan kita harus tau kapan dan dimana akhirnya, kalau perlu never ending sayang.  

Kita bukanlah pengarang yang harusnya mati dan membiarkan cerita karangan itu berjalan sendiri secara bebas. Kita adalah hasil karangan kita, aku dan kamu.

Dan harus kamu tau sayang, dalam cinta tidak cukup hanya itu, aku juga ingin tau gelombang emosi yang menari dalam hatimu, desiran darah yang senantiasa teratur dan tertib bolak balik dalam nadi dan venamu, aku juga ingin tau seberapa cepat atau lambatnya deguban jantungmu… dan bagaimana gejolak hasrat itu bila kau berada tepat-dekat di sisiku. Katakan, aku tidak sama dengan laki-laki lainnya bukan? 

Hitam mulai menggelayut di gurat-gurat semesta, gila memang akal manusia yang kemudian melahirkan cara-cara guna menaklukkannya. Cara-cara penaklukkan yang kemudian hadir disekeliling kita.

Entah kenapa dengan mereka yang tidak bosan, kenapa semua orang yang sedang jatuh cinta atau sedang bermain dengannya tidak pernah jemu atas situsi dan kondisi yang hampir-hampir absolut rutin dan sama. Coba simak kata-kata berikut, sayang kamu sudah makan? Hari ini kamu kemana aja? Melakukan apa aja? Jaga diri, jangan cape nanti sakit.. atau aktifitas ini, makan bareng, nonton bareng, jalan-jalan mengunjungi tempat yang 1,2,3,4,5,6, 20 minggu yang lalu telah dikunjungi.

Apa mereka tidak kehabisan kata dan tema atau sama-sama mencoba melupakan itu, seolah amnesia, dimana semua adalah hal baru, hal yang luar biasa, hal yang sungguh mengasyikkan. Betulkan, gila memang pikiran yang mengkondisikan keadaan ini.

Dari jauh disampaikan kicau cakrawala, terlihat laki-laki itu berpikir dengan keras, apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh kekasihnya. Karena upaya itu selalu saja kandas dengan satu kalimat sakti, nanti bila semua telah legal.
Sang perempuan biasa diam dalam bicaranya, diam dengan kondisi yang entah terpaksa atau tidak, dirasakan sebagai kondisi yang menyenangkan. Perempuan itu mungkin saja bahagia bisa melewati sebagian masa dengan kekasihnya.
Perempuan itu memang tak banyak menuntut, setiap pertemuan yang diminta kekasihnya selalu saja dipenuhi, disanggupi dengan senyum tanpa terbebani sedikit pun, walau lelah menghadapi hari sangat tampak menyilaukan membungkus tubuhnya.

Perempuan itu memang pintar menyimpan kebanggaannya dalam kerendahan diri, menelikungi rasa kagumnya dengan kewajaran, mengubur rasa sayangnya dalam diam.

Diam merupakan lukisan sempurna untuk menggambarkan sosok sang perempuan, juga cintanya.

Berpikir dengan keras untuk menaklukkan sang kekasih? Tidak! tentu saja tidak, perasaan yang dari tadi hanya mampu melihat coba ikut andil dalam kecamuk itu. Laki-laki itu kini mengalami konflik internal dalam dirinya, ia hanya termangu melihat perkelahian sengit antara pikir dan rasanya seolah menunggu, siapa yang menang dan akan kembali menguasai dirinya. Batin itu kembali bergolak.

Stop! Ini bukan perkara penis atau vaginakan? Betul memang kalau sang kekasih selama ini selalu saja dijadikan pelampiasan imajinasi dalam tidurnya juga kamar mandinya. Bukankah kalau hanya seks itu bisa didapatkan dimana saja. inikah pikir atau rasa was-was yang hadir dalam diamnya sang kekasih?

Mulut teko akan selalu mengeluarkan apa yang ada di dalam teko. Terdengar lirih, hentikan berpikir kalau aku hanya ingin menikmati tubuhmu…

Aku hanya ingin mendapat perhatian lebih dari kamu sayang,
Aku iri melihat semua kau perlakukan sama, pun denganku,
Aku hanya ingin berbeda dengan yang lainnya,
Aku hanya ingin kamu bilang sayang, kangen tanpa harus aku minta kamu ucapkan,
Aku hanya ingin malam ini milik kita,
Aku hanya ingin melewatinya dengan cinta,
Aku hanya ingin lebih mengenal dirimu…

Mereka memang baik-baik saja, paling tidak bagi kawan, teman, saudara bahkan orang asing yang melihatnya. Mereka masih duduk berdua, lama sepeninggal senja. Si laki-laki tetap berupaya dengan gerakan wajar yang hanya bisa dilihat dari slow motion untuk merasakan getar-getar dilembutnya kulit sang kekasih. Masih tetap tak berputus asa untuk menghadirkan gejolak hasrat sang kekasih dalam riak angin yang tetap kejar mengejar, lima bulan sudah dan tetap saja tangan itu kembali menahan niatnya.

Bukit Cemara Tujuh B-15 Senin, 03 Oktober 2005. 12.30an am.

Setelah 02 April malam itu baru kudengar suara yang berbeda darimu sayang, suara yang hangat, seksi, penuh kemanjaan. Suara yang berbeda  di 01 Oktober siang itu…

related post



0 komentar:

Posting Komentar

sebenernya sih enggan, karena takut juga dengernya, tapi gimana lagi ntar dibilang melanggar HAM, ga' ngasih tempat buat protes, dah nulis ga' tanggung jawab.. okelah konstruktif, dekonstrukstif maupun dekstruktif sekali pun aku siap dengarnya.
thanks for comment..