16 Februari, 2011

PEMBUKTIAN DALAM HUKUM PIDANA


Pembuktian adalah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh digunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap SH).

Ruang Lingkup Pembuktian
1.    Sistem pembuktian
2.    Jenis alat bukti
3.    Cara menggunakan dan nilai
4.    Kekuatan pembuktian masing-masing alat bukti

Sistem Pembuktian
1.    Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka atau ”conviction intime”
2.    Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif atau ”wettelijk stesel”
3.    Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis atau ”laconvictioan raisonel”
4.    Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif atau ”negatif wettelijk stesel”

10 Februari, 2011

Pengantar Memasuki Mission HMI. (Bag.3)


Ibu pertiwi hilang tawanya, Tak percaya masih ada cinta…
(Untukmu Negeri, Iwan Fals)

Mencoba Membaca Tujuan itu..
            Dalam perjalanannya, Rumusan Tujuan HMI mengalami beberapa kali perubahan, yang dapat di bagi sebagai berikut :

Hasil Rapat 5 Februari 1947 oleh para pendiri, yaitu:
  1. Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan Mempertinggi Derajat Rakyat Indonesia;
  2. Menegakkan dan Mengembangkan Agama Islam
Lahir pada masa itu jelas menunjukkan HMI adalah anak kandung revolusi sekaligus anak kandung umat Islam Indonesia yang resah atas gelagat sejarah. 
Dengan pertimbangan bahwa Islam tidak akan berkembang, bila Indonesia berlum lagi merdeka. Seperti diketahui rentang waktu 1945 s/d 1949, Belanda masih melakukan Agresi Militer, hingga mempertahankan kemerdekaan republik menjadi suatu prioritas.

Pengantar Memasuki Mission HMI. (Bag.2)


HMI, Hakekat dan Maknanya...
            Berikutnya yang terlihat dari kata HMI adalah “I”nya, yakni Islam. Dalam Anggaran Dasar Pasal 3 disebutkan bahwa “HMI berasaskan Islam”, bahkan jauh sebelum itu ide dasar kelahiran HMI yang melihat kondisi umat Islam Indonesia yang terpolarisasi dalam beberapa kelompok maka menurut pemrakarsa pendiri, ayahanda,  Lafran Pane, kita harus melakukan “pembaharuan ke-Islaman”. Maka untuk melakukan gerakan pembaharuan mutlak dibutuhkan alat perjuangan yang berupa organisasi, karena gerakan tidak bisa dilakukan sambil lalu melainkan harus dengan suatu usaha yang teratur, terencana dan sistematis. 

Selain itu salah satu Latar Belakang yang sangat dominan dalam lahirnyapun adalah persoalan ke-Islaman, antara lain: (1). menampung aspirasi mahasiswa Islam akan kebutuhan, pemahaman, penghayatan keagamaan; (2). Tenggelamnya ruh dan semangat Islam dalam mahzabisme, sufisme dan tertutupnya pintu ijtihad. Namun disamping itu bangkitnya Islam yang dimulai dari dunia arab berupa gerakan reformasi dan modernisasi dalam tata kehidupan keagamaan umat Islam dan resonansinya mengilhami dan mendorong umat Islam Indonesia untuk bangkit, kebangkitan terlihat dari munculnya Serikat Dagang Islam, Muhammadiyah, Al-Jamiatul Wasliyah, Persatuan Umat Islam, Persatuan Islam dan Masyumi; (3). Terjadinya krisis keseimbangan dikalangan mahasiswa akibat perguruan tinggi yang tidak mengintegrasikan antara disiplin Ilmu dan Agama.

Pengantar Memasuki Mission HMI. (Bag.1)

Semua yang ada pasti diciptakan dan semua yang diciptakan mesti memiliki tujuan, karena ada tanpa tujuan sama saja dengan akal tak berpengetahuan, hampa…

Apa, Kenapa, Bagaimana?
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dari namanya saja, orang akan bisa melihat bahwa HMI ini berstatus sebagai organisasi mahasiswa (vide Pasal 7 AD HMI). Sebelum kita lebih jauh mengupas tentang organisasi ini, ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui apa itu mahasiswa? Dengan melihat studi di Perguruan Tinggi paska melewati masa sekolahnya di SMU/sederajat, mahasiswa bisa disebut sebagai orang muda yang secara kejiwaan mengalami fase yang senantiasa berbuat guna menemukan jati dirinya. Orang muda selalu dicirikan dengan semangat yang mengebu-gebu, selalu berpikir ke depan dan normatif, apa yang seharusnya, apa yang sepatutnya, atau sering kita sebut dengan idealisme, selalu memandang sesuatu secara ideal. Pendapat ini bisa jadi benar, jika membandingkannya dengan orang tua, yang memang harus berpikir senyatanya, bagaimana menghadapi tantangan hidup, persoalan pekerjaan, makan, kesejahteraan dst. lebih suka memandang kebelakang, mengingat-ingat romantisme dulu, hingga ungkapan.”muda idealis, tua pragmatis” barangkali benar.