01 April, 2012

SEMOGA KAU TAK TULI TUHAN*

Tuhan beban ini mungkin belum begitu berat..Karena aku tau, kamu pasti memberikan masalah karena kamu tau aku mampu menyelesaikannya. Tapi taukah kamu Tuhan, aku betul-betul telah kehabisan akal. Aku terdesak ke pojok, aku tak bisa lagi menghindar. Ingin rasanya lari, kadang berpikir untuk mati. Aku tak lagi memiliki daya, habis sudah semua upaya.
Taulah kini aku bagaimana rasanya miskin itu, meskipun kaya juga belum pernah aku rasakan sebelumnya..Tadinya hidupku pas, gaji ya pas habis ketika terima gaji lagi, setidaknya untuk rokok adalah.. kalau ibu atau adikku butuh uang pas ada saja rezeki datang untuk mengirimnya. Memang aku juga menabung, tapi pas habis bila ada sesuatu yang diperlukan.. tidak aku tidak seperti kebanyakan teman Tuhan, keperluan itu bukan mengikuti kemajuan tekhnologi, ataupun mengikuti perkembangan mode..ya meskipun juga ingin tapi kesadaranku lebih mendominasi Tuhan, ya untuk apa sih gonta ganti hp kalau hanya untuk gengsi? Buat apa beli baju baru bila yang ada masih bisa dikenakan? …Itulah aku dulu kata yang tepat adalah “pas”, dan setidaknya aku tidak seperti teman yang makan ga’ jelas kapan terakhir kalinya, untuk menahan laparnya cukup dengan air hangat plus gula pasir, itupun ia dapat dari meminta dengan teman yang lain.. bila diajak makan kita bingung makan dimana, karena hampir—bila tak boleh mengatakan—semua warung ada tercatat hutang-hutangnya, ha9x..kadang aku berpikir banyakan mana catatan hutang itu dengan catatan Raqib dan Atid. Ah semoga hidupnya kini tidak seperti dulu, sama seperti hidupku kini yang tak seperti dulu, tapi harapku buat teman itu, semoga perubahannya berbeda denganku, ya berbeda, sebagaimana aku sudah tidak sendiri lagi.. aku memang mencoba.. tidak aku tidak mencoba, aku telah melaksanakan satu dari seabrek perintah dari syari’at menujumu Tuhan, aku tak lagi hidup sendiri, aku telah menikah, meskipun baru 2 bulan 1 minggu.. ya memang sendiri yang aku maksud bukanlah hidup sekehendak hati, aku memang seorang anak, seorang adik, seorang kakak.. aku memiliki keluarga, aku juga memiliki tanggung jawab yang sama dalam keluarga, tapi menikah itu berbeda, dalam keluarga baru ini tuntutan tanggung jawabnya jauh lebih besar..
Dan disinilah semua dimulai, pas bukan lagi ukurannya, semua yang tadinya pas berubah dengan seketika menjadi kurang Tuhan, ya terlebih bila tanggung jawab dalam keluarga itu berbenturan.. alih-alih bahagia, sesaat setelah menikah aku harus menangis karena pilihan ini menjadi dosa.. sampai terucap berkali-kali dari mulutku betapa aku menyesal mengambil keputusan ini, ampunilah aku Tuhan...bila aku menganggap bahwa sementara ini perintahmu itu keliru, tak ada kebahagiaan dalam perkawinan. Dimana yang namanya berbagi? dimana semua diselesaikan bersama? dimana aku butuh, kamu ada? dimana semua yang dikatakan dalam nasehat perkawinan itu? dimana semua itu? dimana?! Ya, dimana, dalam ide, oh Tuhan aku tidak hidup dalam ide, dalam mimpi, dalam harapan, dalam cita-cita, aku hidup disini, saat ini, besok, lusa seterusnya aku hidup dalam uji darimu. Tuhan, aku mengaku kalah dalam ujianmu, aku telah gagal jauh sebelum bel itu berbunyi. Aku telah kehabisan akal dan aku semakin terpojok, ingin rasanya lari, kadang berpikir untuk mati.

Bagaimana kabarmu teman?
Aku hanya bisa berkata lirih, “yah kuharap semoga baik saja dan tidak berakhir disini

*) judul lagu Iwan Fals dari album “Sumbang”, 1983, dan tulisan ini ga’ ada hubungan sama sekali  dengan lagu itu…

related post



0 komentar:

Posting Komentar

sebenernya sih enggan, karena takut juga dengernya, tapi gimana lagi ntar dibilang melanggar HAM, ga' ngasih tempat buat protes, dah nulis ga' tanggung jawab.. okelah konstruktif, dekonstrukstif maupun dekstruktif sekali pun aku siap dengarnya.
thanks for comment..