19 Februari, 2011

FASE PERJUANGAN HMI



CATATAN SEADANYA.. 

1.    Fase Konsolidasi Spritual (November 1946 – 5 Februari 1947)
-       Keinginan mendirikan HMI sudah terpikir sejak tahun 1946 yang didorong oleh alasan untuk menampung aspirasi mahasiswa Islam akan kebutuhan, pemahaman dan penghayatan keagamaan karena PMY—sebagai organisasi mahasiswa waktu itu—tidak melakukan itu disamping PMY juga berhaluan komunis dan cenderung sekuler.
-       Namun karena situasi dan kondisi kebangsaan yang menuntut persatuan gerakan maka niat itu tidak dilakukan.
-       Puncaknya adalah ketika terjadinya polarisasi politik antara pemerintah dan pihak oposisi yang juga merasuk ke dalam tubuh mahasiswa, karena PMY yang didominasi oleh partai sosialis.

2.    Fase Pengokohan (5 Februari – 30 November 1947)
-       Dimana setelah HMI berdiri, ada reaksi dari Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) lebih karena faktor ideologis karena PMY berhaluan komunis, PMY menuduh HMI pemecah belah kekuatan mahasiswa. kemudian reaksi dari kalangan Masyumi yang disuarakan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), sama dengan PMY, GPII memandang bahwa pemuda adalah juga mahasiswa maka tidak perlu mendirikan organisasi mahasiswa secara khusus. Ini kemudian diikuti oleh Pelajar Islam Indonesia (PII). 
-       HMI menjawab reaksi tersebut dengan mengadakan berbagai acara dengan maksud memperkenalkan HMI, seperti malam-malam kesenian, namun yang utama ceramah-ceramah dengan mendatangkan tokoh-tokoh terkemuka. Dimana hasil ceramah itu dipublisir dan disebarkan di kalangan mahasiswa dan masyarakat.
-       Reaksi ini terus mengalir selama 9 bulan dan berakhir pada Kongres I HMI 30 November 1947 di Yogyakarta.
-       Dibidang organisasi mendirikan cabang-cabang baru seperti Klaten, Solo dan Yaogyakarta. Pengurus HMI bentukan 5 Februari 1947 secara otomatis menjadi PB HMI pertama sekaligus merangkap sebagai pengurus HMI Cabang Yogyakarta.
-       Untuk menghilangkan anggapan bahwa keanggotaan HMI hanya untuk mahasiswa STI, tanggal 22 Agustus 1947 PB HMI di reshuffle. Ketua Lafran Pane digantikan oleh H.M. Mintaredja dari Fakultas Hukum BPT GM, sedang lafran menjadi wakil ketua merangkap sebagai ketua HMI CabangYogyakarta.

3.    Fase Perjuangan Bersenjata (1947 – 1949)
-       Peran dalam masa revolusi fisik ini tidak dengan nama HMI secara langsung melainkan dengan nama PPMI (Perhimpunan Perserikatan Mahasiswa Indonesia) yang diketuai oleh Ahmad Tirtosudiro (dari HMI).
-       Untuk menghadapi Agresi Militer Belanda yang membonceng pasukan sekutu di bawah komando khusus dari South East Asia Command (SEAC) dengan nama Alied Forces Netherland East Indies (AFNEI) dan juga pemberontakan PKI di Madiun tanggal 18 September 1948, PPMI membentuk Corps Mahasiswa (CM) dengan Hartono dan Ahmad Tirtosudiro sebagai Komandan dan Wakil Komandan, dimana kedua pentolan ini berasal dari HMI untuk menghadapi pemberontakan PKI Madiun.
-       CM mengirimkan mahasiswa ke daerah-daerah khususnya Solo, Madiun dan Purwodadi untuk menumpas dan memberi penerangan serta menetralisisr hasutan yang dilakukan FDR (Front Demokrasi Rakyat) dan PKI terhadap rakyat.
-       Dalam dies natalis pertama HMI di Bangsal Kepatihan tanggal 6 Februari 1948, Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) Jenderal Sudirman memberi sambutan atas nama pemerintah RI selain mengartikan HMI sebagai Himpunan Mahasiswa Islam juga mengartikan HMI sebagai Harapan Masyarakat Indonesia.
-       Pada fase ini juga berlangsung Kongres Muslimin Indonesia II di yogyakarta tanggal 20-25 Desember 1949, Kongres ini dihadiri 185 organisasi, alim ulama dan intelegensia seluruh Indonesia. Dimana kuputusan di bidang organisasinya antara lain : Menyatukan organisasi pelajar Islam, bernama Pelajar Islam Indonesia (PII); Menyatukan organisasi guru Islam dengan nama Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII); Menyatukan semua wartawan Islam dalam organisasi wartawan Muslim Indonesia (warmusi); Menggabungkan organisasi-organisasi pemuda dalam satu badan bernama Dewan Pemuda Islam Indonesia; Hanya satu organisasi mahasiswa Islam yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang bercabang di tiap-tiap Kota yang ada Sekolah Tinggi.  

4.    Fase Konsolidasi Organisasi (1950 – 1963)
-       Selama anggota HMI banyak terjun ke gelenggang pertempuran membantu pemerintah, selama itu pulalah pembinaan organisasi HMI terabaikan. Maka dengan adanya pengakuan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949, maka sejak 1950 dilaksanakanlah usaha-usaha konsolidasi organisasi sebagai masalah besar sepanjang masa.
-       HMI melakukan penataan organisasi dengan rekruitment kader dan pengembangan organisasi melalui pendirian cabang-cabang sebagai agenda utama, selain itu HMI mengarahkan perhatian pada kegiatan sosio-edukasi.
-       Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
-       Selama tiga belas tahun itu antara lain melakukan: pembentukan cabang-cabang baru, menerbitkan majalah Media sebelumnya terbit Criterium dan Cerdas, 7 kali Kongres, pengesahan atribut HMI seperti lambang, bendera, muts, Hymne HMI, merumuskan tafsir asas HMI, pengesahan kepribadian HMI, pembentukan Badko, menetapkan metode training, pembentukan lembaga-lembaga HMI.
-       Sedang dalam wilayah ekternal: pendayagunaan PPMI, menghadapi pemilu 1955 (HMI mengeluarkan keputusan dalam Konfrensi Besar HMI 9-11 April 1955 di Kaliurang, Yogyakarta. Keputusan itu berisi anjuran kepada anggota HMI untuk memilih salah satu Partai Politik Islam (NU, Masyumi, Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Perti). Keputusan ini diambil dengan pertimbangan menghindari perpecahan di kelompok umat Islam), penegasan Independensi, mendesak pemerintah agar mengeluarkan UU Perguruan Tinggi, Tuntutan agar pelaksanaan pendidikan agama sejak SR sampai Perguruan Tinggi, Mengeluarkan konsep “Peranan Agama dalam Pembanguan” dll.  

5.    Fase Tantangan (1964 – 1965)
-       Setelah Masyumi (1960) dan GPII (1963) dapat dipaksa bubar maka PKI menganggap HMI sebagai kekuatan ketiga umat Islam yang harus dibubarkan selain juga dendam lama, sebagaimana dikatakan Lafran pane dalam Harian Angkatan Bersenjata edisi Jawa Tengah, semarang 9 Februari 1966 “HMI sebagai organisasi mahasiswa yang lahir sebelum peristiwa Madiun tahun 1948, HMI lewat Corps Mahasiswa (CM) yang komandannya adalah anggota HMI, turut mengambil bagian aktif di dalam menumpas gerakan komunis di Madiun bersama ABRI. Inilah sebabnya mengapa HMI menjadi lawan utama PKI”. HMI adalah test case terakhir. 
-       Untuk membubarkan HMI dibentuklah Panitia Aksi Pembubaran HMI di Jakarta, Maret 1965 yang terdiri dari: Ketua : GMNI, Wakil-wakil Ketua : IPPI, GERMINDO, GMD, MMI, Sekretaris : CGMI, wakil-wakil Sekretaris : PERHIMI, GMRI, GSMI, Anggota : Pemuda Marhaenis, Pemuda Rakyat, Pemuda Indonesia, PPI dan APPI
-       PKI dan simpatisannya pun mengerahkan kekuatan dan daya untuk membubarkan HMI, berupa tiga Partai Besar: Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Indonesia (PARTINDO) dan Partai Nasional Indonesia (PNI)dan seluruh underbouw ketiga partai tersebut yang berjumlah 42 buah organisasi massa.
-       Sedang mass media yang ikut menyuarakan dan memberitakan supaya HMI bubar sebanyak 30 buah surat kabar termasuk Surat kabar Kedaulatan Rakyat dan Berita Nasional (dulu Nasional) Yogyakarta.
-       Aksi Pengganyangan HMI dimulai di Jember, dimana tahun 1963 Drs. Ernest Utrecht, SH datang ke Universitas Brawijaya Cabang Jember dan memberikan kuliah yang disebutnya sebagai bagian dari gerakan ofensif revolusioner, ia menuduh HMI  underbouw Masyumi, terlibat PRRI, Permesta, DI-TII Karto Suwiryo, Andi Selle, Percobaan Pembunuhan Presiden Soekarno, agen CIA, sebagai kekuatan subversive dll. Ulah dan sikap Utrecht tersebut mengundang protes dari Dewan Mahasiswa (Dema). Siaran Dema tanggal 2 Oktober 1963 menyebut kuliah Utrecht telah merusak ketenangan, keutuhan dan persatuan mahasiswa serta civitas akademika, perkuliahan semacam itu sangat tidak bertanggungjawab dan tidak bermoral. Yang selanjutnya terjadi polemic antara Utrecht dan Dema, kejadian ini kemudian menimbulkan pro kontra di kalangan organisasi mahasiswa. Kelompok yang pro Dema al: HMI, PMII, GMKI, GP Anshor, GAMKI, Pemuda Muhammadiyah, Himpunan Keluarga Universitas Nuruddin Syahadat dan sejumlah lainnya, sedang yang pro Utrecht diantaranya CGMI, PERHIMI, GERMINDO, PMKRI dan sejumlah lainnya.
-       Dalam kondisi pengganyangan tersebut justru organisasi-organisasi Islam seperti NU, PSII, Perti, Muhammadiyah dan Kelompok organisasi Islam yang tergabung dalam Gerakan Muda Islam (Gemuis) menyatakan dukungan terhadap HMI dan menentang PKI.   
-       Tanggal 3 Juli 1964, di Istana terjadi political deal antara Bung Karno dan A. dahlan Ranuwiharjo dengan disaksikan Cak Roeslan (Menko Penerangan), Kol. Sucipto, Mulyadi Djoyomartono (Mentri Sosial) dan Toyib Hadiwinata (Mentri Muda Urusan Perguruan Tinggi).yang kemudian melahirkan Instruksi Presiden RI No.08/1964. tanggal 4 juli 1964 yang antara lain berisi al: membersihkan HMI dari unsur-unsur yang dapat menghambat jalannya revolusi  dan HMI merupakan alat revolusi yang progresif-revolusioner dan akan menerima bimbingan langsung dari Bung Karno dalam Kursus Kader revolusi.
-       Pembentukan DPP (Dewan Pertimbangan dan Penasehat) PB HMI dengan keanggotaan sebagai berikut: A. Dahlan Ranuwiharjo, SH sebagai Ketua (Anggota DPR GR GOLKAR), Brigjen Ahmad Tiirtosudiro (Dir. Intendans Perlengkapan AD), Ir. Sanusi (Dirut Hutama Karya BUMN Konstruksi) dan Ismail rahardjo, SH (Kepala Kejaksaan Tinggi DKI) yang berperan sebatas mendampingi atau menyertai PB HMI dalam pengemabilan keputusan-keputusan politik dalam rangka menanggulangi serangan-serangan PKI dan kawan-kawannya khususnya dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden No.8/1964.
-       “Janganlah berjuang sendiri, carilah sandaran sebanyak-banyaknya” HMI sadar akan maksim perjuangan ini, setelah memperoleh sandaran berupa political deal dengan Presiden sukarno dalam bentuk Instruksi Presiden itu, DPP dan PB HMI merasa harus berupaya memperoleh tambahan sandaran yaitu berupa dukungan dari Angkatan Darat. Bulan Puasa, 24 Februari 1965 DPP dan PB HMI menemui Men/Pangad Jenderal Ahmad yani di rumahnya Jalan Menteng Jakarta Pusat. pertemuan tersebut kemudian ditindaklanjuti berupa Standing Order dari Men/Pangad Jenderal A. Yani kepada para Panglima Kodam untuk membimbing, membina dan melindungi HMI.
-       DPP dan PB HMI dating ke kantor Waperdam (Wakil Perdana Mentri I) Subandrio di jalan Diponegoro untuk membicarakan follow up setelah PB HMI melaksanakan Instruksi Presiden, namun Pak Ban—panggilan akrab dr. Subandrio—tidak bisa menemui karena kharus menghadap Presiden. Pak Ban meminta Ketua DPP untuk ikut menghadap Bung Karno di Istana bersama-sama. Di Istana dengan banyaknya tamu, Bung Karno mendahului menemui Pak Ban dan ketua DPP PB HMI, dalam pembicaraan yang singkat kurang lebih 4 menit Bung Karno dengan bahasa yang jelas mengatakan “Ban… HMI jalan terus. Bicarakan dengan Dahlan tentang Kursus Kader Revolusi untuk anak-anak HMI”.
-       Follow upnya adalah keluarnya Instruksi Waperdam I/Wakil Panglima Besar Kotrat (Komando Tertinggi Retooling Alat revolusi) dalam bentuk radiogram tanggal 15 September 1965 yang intinya HMI tidak dibubarkan dan akan dibina oleh Kotrar.
-       Walaupun telah keluar radiogram Waperdam I/ Wakil Panglima Besar Kotrat namun masih tetap santer tentangan-tentangan terhadap HMI yang tidak sesuai dengan isi dan jiwa instruksi tersebut, oleh karena itu radiogram Waperdam I itu disusul oleh radiogram tertanggal 27 September 1965 yang ditandatangani Laksamana Muda Udara Sri Mulyono Herlambang, Wakil Kepala Staf Koti (Komando Operasi Tertinggi) yang isi pokoknya menginstruksikan kepada semua Pepelrada (penguasa Pelaksana Perang Daerah) untuk mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk mengamankan kebijaksanaan Paduka yang Mulia Presiden/Panglima Besar Kotrar tentang HMI.
-       Puncak dari pembangkangan terhadap keputusan Presiden untuk tidak membubarkan HMI adalah apa yang terjadi pada resepsi penutupan Kongres III  CGMI tanggal 29 September 1965 di Istora Senayan Jakarta. Yang hadir dalam gedung Istora mencapai 25.000 orang sedang yang diluar gedung lebih dari 40.000 orang. Massa PKI yang mendukung Kongres CGMI terus-meneus meneriakkan yel-yel “Bubarkan HMI… bubarkan HMI..”
DN Aidit sebagai Sekjen CC PKI dalam sambutan beragitasi “Kalau anggota CGMI tidak bisa membubarkan HMIlebih anggota CGMI yang laki-laki lebih baik pakai kain saja. HMI soal kecil tidak usah saya disuruh bicara, tidak usah pak Ali, tidak usah pak Idham kalian selesaikan sendiri saja. Contoh, massa rakyat minta Partai Murba dibubarkan, Presiden lantas instruksi bubarkan. Kalau semua front sudah minta, Presiden akan membubarkan HMI..” 
Tetapi apa yang dikatakan Bung Karno dalam pidatonya “pemerintah mempunyai kebijaksanaan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kehidupan organisasi mahasiswa yang revolusioner. Tapi kalau organisasi mahasiswa yang menyeleweng itu menjadi kontra revolusi umpanyanya HMI, aku sendiri yang akan membubarkannya. Demikian pula kalau CGMI yang menyeleweng menjadi kontra revolusijuga akan kububarkan”.
-       Ibukota yang tadinya dalam keadaan hamil tua telah melahirkan bayi G 30 S. Siapa gerangan yang berada di baliknya? sampai makalah ini dibuat (30 S) wallahu’alam.

6.    Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 – 1968)
-       Sekretaris Jenderal PB HMI, Mar’ie Muhammad tanggal 25 Oktober 1965 mengambil inisiatifmendirikan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia).
-       9 November 1965 muncul lagi kelompok penentang komunis yaitu Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI)
-       Dalam pergerakannya KAMI dan KAPPI mengumandangkan tritura (10 Januari 1966) yakni; 1). Bubarkan PKI, 2). Retooling Kabinet, 3). Turunkan Harga. KAMI dan KAPPI dapat dukungan rakyat dan AD.
-       Tuntutan ini tidak digubris oleh Soekarno bahkan KAMI dibubarkan dengan KOGAM, walaupun bubar tetap saja aksi-aksi dilakukan mahasiswa dan rakyat hingga turun Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).
-       Dan akhirnya 12 Maret 1966 PKI dan underbouwnya dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh Indonesia.
-       Dengan dibubarkannya PKI secara tidak langsung Orde Lama tumbang.

7.    Fase Pembangunan (1969 –1997)
-       Masa dimana seluruh potensi kekuatan bangsa Indonesia digunakan untuk membangun negara. Dalam konteks ini HMI mengharapkan demi terlaksananya Pemerintahan Orde Baru dengan tertib dan aman hendaknya setiap komponen Orba berpegang teguh kepada; 1). Norma-norma Hukum (UUD 1945), 2). Demokrasi (pengakuan akan adanya kedaulatan bagi rakyat), 3). Kepribadian Nasional (cinta tanah air).
-       HMI mengeluarkan gagasan pembaruan pemikiran Islam. Internal dengan dirumuskannya Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP), sedang eksternal, sosialisasi ide-ide penyegaran ajaran Islam, Nurcholish Madjid dengan Keharusan pembaharuan pemikiran dalam Islam dan masalah integrasi umat tahun 1970 dan tahun 1972 Cak Nur Mengisi diskusi yang diadakan Dewan kesenian Jakarta di Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan makalah berjudul Menyegarkan paham keagamaan di kalangan umat Islam Indonesia
-       Mengantisipasi Indonesia kedepan HMI bersama PMII, GMNI, PMKRI dan GMKI pada tahun 1972 membentuk wadah penyalur aspirasi yaitu Kelompok Cipayung. Yang dalam pertemuan pertama tanggal 22 Januari 1972 menghasilkan “Kesepakatan Cipayung” berisi rumusan tentang Indonesia yang kita cita-citakan.
-       Peretmuan pertama dilanjutkan pada april 1972, pertemuan Cipayung II yang mengikutsertakan Dewan-dewan Mahasiswa dan eksponen-eksponen menghasilkan perumusan tentang perencanaan masyarakat dan tanggung jawab generasi muda.
-       Peristiwa Malari (malapetaka 15 Januari) 1974, yang berakibat pada tindak kriminal dengan terjadinya pembakaran Pasar Senen, jakarta Pusat, dalam hal ini HMI menyatakan ketidaksetujuan atas tindakan tersebut. Selain itu HMI dan beberapa organisasi Islam lainnya menghimbau pemerintah agar membentuk Majelis Ulama, yang pada akhirnya terbentuk 1975.  
-       Untuk meredam gerakan mahasiswa yang dianggap sudah mulai membahayakan dan melampaui batas kewajaran. 1978-1979 pemerintah mengeluarkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus dan Birokratisasi Kegiatan Kampus (NKK/BKK). Kebijakan ini ditentang mahasiswa melalui demonstrasi-demonstrasi, tidak ketinggalan kader HMI ikut serta walaupun secara organisatoris, HMI tidak melakukan reaksi apa-apa.
-       Perjalanan panjang sejak gagasan Presiden Soeharto dalam Pidato Kenegaraan 16 Agustus 1984 tenang Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi sampai pada lahirnya UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan. Yang memuat di dalamnya pemberlakuan asas tunggal, Pancasila.
-       Pun setelah melewati perjalanan panjang akhirnya HMI menetapkan Pancasila sebagai asas organisasi secara konstitusi dalam Kongres XVI di Padang tahun 1986. namun ini kemudian membawa dampak perpecahan di tubuh HMI, dengan lahirnya kelompok baru yang menamakan dirinya Majelis Penyelamat Organisasi (MPO).
-       MPO yang tadinya hanya forum untuk melakukan langkah-langkah strategis yaitu melakukan dialog dengan PB HMI agar permasaklahan yang ada dapat diselesaikan. Tetapi karena PB dipandang terlalu represif, maka proses dialog tersebut tidak berjalan yang ada malah pembekuan terhadap cabang-cabang yang tergabung dalam MPO. Dengan kondisi seperti itu MPO berubah menjadi sebuah lembaga yang mempunyai hirarki struktur kepengurusan dalam bentuk yang kurang lebih sama seperti PB HMI Diponegoro pimpinan Harry Azhar Azis. Maka dengan resmi HMI MPO berdiri dengan terpilihnya Eggi Sudjana sebagai ketua umum PB MPO pertama periode 1986-1988.
-       Selanjutnya HMI mulai menyusun program dan menyusun kebijakan konsolidasi total untuk dijadikan standar program selanjutnya. Yang meliputi konsolidasi penghayatan, pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Islam, konsolidasi pemikiran, konsolidasi organisasi dan konsolidasi program.
-       Periode 1993-1995 Kelompok Cipayung: HMI, PMII, GMNI, PMKRI, GMKI pecah. Terbentuk Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI) HMI ditinggal sendiri lantaran HMI dianggap sebagai satpam kekuasaan.
-       Perioed 1995-1997 dibangun kembali komunikasi dengan kelompok Cipayung, sudah hampir berhasil, tetapi ketika Anas Urbaningrum masuk Tim !! dan menjadi anggota KPU, yang lain merasa dimanfaatkan HMI sehingga buyar lagi ke FKPI. Pun di periode 1999-2002, Ketua Umum PB HMI, M Fachruddin.  
-       Kritik konstruktif terhadap jalannya pemerintahan Orde Baru dimulai 1995 seperti yang disampaikan ketua PB HMI dalam pembukaan Kongres XX 21 Januari 1995, dimana menurut penilaian HMI pembangunan ekonomi kurang seimbang dengan pembangunan politik. Selain itu HMI juga melihat masih banyak terjadi distorsi dalam proses pembangunan. Gejala penyalahgunaan kekuasaan, kesewenangan-wenangan, praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah cerminan tidak berfungsinya system nilai yang menjadi control dan landasan etik dan bekerjanya suatu system
-       Suara reformasi berikutnya pada peringatan Ulang Tahun Emas HMI, 20 Maret 1997 dimana Taufik Hidayat, Ketua Umum PB HMI 1995-1997 menegaskan sekaligus jawaban atas kritik terhadap HMI yang dipandang terlalu dekat dengan kekuasaan. “…Bagi HMI kekuasaan atau politik bukanlah hal yang haram. Politik justru mulia apabila dijalankan diatas etikadan bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Lantaran itu HMI akan mendukung kekuasaan yang sungguh-sungguh dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan, sebaliknya HMI akan tampil kedepan menentang kekuasaan yang korup dan menyeleweng. Ini dibuktikan ketika HMI terlibat aktif dalam merintis dan menegakkan Orde Baru. Demikian juga saat sekarang ini dan masa-masa mendatang. Kritik-kritik itu tidak boleh mengurangi rasa percaya diri HMI untuk tetap melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar
-       Pemikiran reformasi berikutnya disampaikan Anas Urbaningrum pada dies natali HMI ke 51 di Graha Incan Cita Depok, 22 Feabruari 1998 dengan judul Urgensi reformasi bagi pembangunan bangsa yang bermartabat.
-       HMI pun hanyut dalam irama sebuah lagu tentang pembebasan, hingga 21 Mei 1998. Orde Baru berakhir…   

8.    Fase Tantangan Jilid II (1998 – Sekarang)
-       Eufhoria susksesnya meruntuhkan rezim otoriterian Soeharto. Membuat HMI (dan dunia Gerakan Mahasiswa umumnya) pada tahap berikutnya mengalami kesurutan meskipun upaya mengontrol jalannya roda reformasi terus dilakukan.
-       HMI mengalami banyak kemunduran seperti, kondisi PB, cabang-cabang yang semakin mengarah pada pragmatisme politik. Dalam penyikapan kondisi kebangsaan Komisariat-komisariat malah terlihat lebih aktif.
-       Pleno I PB HMI yang diselenggarakan di Graha Pemuda Ragunan, Jakarta Selatan tanggal 6-8 Februari 2003 sukses mem-PJ kan Kholis Malik ketua PB HMI periode 2002-2004 hasil Kongres XXIII tahun 2002 di Balik Papan dan menaikkan Muchlis Tapi-tapi, Sekjend PB yang telah di reshuffle pada 3 Februari 2003. Dengan alasan pembohongan publik oleh Kholis, pelaksanaan Indonesian Student Assembly (ISA) di Bali 2002 sampai pada tafsir konstitusi. Dengan begitu kepemimpinan PB HMI di diponegoro resmi terjadi dualisme.
-       Kongres XXIV tahun 2003 di Jakarta merupakan Kongres Islah dualisme ini dengan semangat samen bundelling van alle…. Perekatan kembali kekuatan, kembali ke khittah perjuangan.
-       Namun sejarah kembali berulang. Ketua Umum PB HMI periode 2003-2005 Hasanuddin, hasil Kongres XXIV berhasil di-PJ-kan kembali oleh Pleno yang konon katanyanya Cuma di hadiri 2-3 Badko kemudian menaikkan Syahmud. Lagi-lagi PB HMI mengalami dualisme kepemimpinan sampai sekarang
-       Makassar Februari yang lalu menjadi perhelatan Kongres XXV HMI dengan terpilihnya saudara Fajar Rahmat Zulkarnaen, bisakah HMI lepas dari nalar etatis dan hantu perpecahan yang menyelimutinya…


Utrecht selain menjadi Sekretaris Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Cabang Jember juga menjadi anggota DPA, MPRS dan Penasehat agung DPP GMNI.
A. Dahlan Ranuwiharjo, SH. Yang akrab dipanggil Pak De Dahlan adalah Ketua Umum PB HMI  periode 1951-1953, Ketua Umum Koordinasi Nasional KAHMI 1977-1980, satu-satunya Ketua DPP (Dewan Pertimbangan dan Penasehat) PB HMI 1964-1965 selain dikenal sebagai Ahli Stratak HMI, Pak De Dahlan juga dikenal sebagai Kader Bung Karno terlihat menjelang masa akhir hidupnya, beliau seolah-olah tidak merasakan sakitnya dan tetap semangat sebagai ketua panitia dalam mempersiapkan pelaksanaan perayaan 100 Tahun Bung Karno
Standing Order adalah perintah yang tidak hanya untuk satu saat atau satu tugas, tetapi untuk waktu yang tak terbatas sampai perintah tersebut dicabut. Setelah terjadi Gestapu/PKI dan Pengganyangan terhadap HMI sudah berhenti. Standing Order tersebut dianggap sudah dicabut.
Prof. DR. Nurcholish Madjid, Ketua Umum PB HMI 2 periode (1966-1969, 1969-1971), seorang raksasa Intelektual Islam Indonesia, pendiri yayasan Wakaf Paramadina, seorang yang bagi penulis ma’af, Dewa HMI yang mengerikan dengan begitu banyak intelektual sebagai pensyarah pemikirannya. Cak Nur pada tahun 2002 (Menjelang Kongres XXIII di Balik Papan) pernah melemparkan wacana Bubarkan HMI, patutkah kita pertimbangkan?

 Diolah dari berbagai sumber, Malang Maret 2006.


related post



3 komentar:

  1. Download Lagu-lagu HMI di sini --> http://nidafadlan.wordpress.com/category/himpunan-mahasiswa-islam/download-lagu-hmi/

    Salam

    BalasHapus
  2. Mas, tulisannya bagus.. tapi lagunya berisik..

    BalasHapus
  3. banyak kader-kader dari hmi yang hamil di luar nikah. kalau hmi hanya untuk ajang kumpul kebo, lebih baik bubarin aja hmi

    BalasHapus

sebenernya sih enggan, karena takut juga dengernya, tapi gimana lagi ntar dibilang melanggar HAM, ga' ngasih tempat buat protes, dah nulis ga' tanggung jawab.. okelah konstruktif, dekonstrukstif maupun dekstruktif sekali pun aku siap dengarnya.
thanks for comment..